Aturan Soal Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Mendorong Industri di dalam Negeri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fahmi Wibawa mengapresiasi Langkah Kementerian Perindustrian dalam mengeluarkan aturan terbaru terkait impor elektronik dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.

Kebijakan yang melindungi perkembangan industri dalam negeri tersebut adalah salah satu bentuk keyakinan pemerintah terhadap industri dalam negeri yang terus tumbuh dan sama sekali tak menunjukkan gejala deindustrialisasi dini. 

Fahmi menjelaskan jika aturan tersebut  dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku industri manufaktur di dalam negeri akan membuka peluang produk-produk elektronik lokal menjadi raja di negeri sendiri.


“Dengan adanya aturan ini, jika para importir barang elektronik merek luar negeri telat merespons dengan tidak membuka pabrik di Indonesia, maka harga produknya akan menjadi lebih mahal. Akan terbuka peluang produk elektronik lokal menawarkan produk yang berkualitas dengan harga yang lebih kompetitif. Pemanfaatan peluang tersebut dengan baik oleh industri dalam negeri akan menjadikan produk-produk lokal sebagai “raja” di negeri sendiri,” ujar Fahmi yang juga Direktur Eksekutif LP3ES dalam keterangannya, Sabtu (27/4).

Baca Juga: Bukaka Teknik Utama (BUKK) Optimistis Raih Kinerja Positif Tahun Ini

Peluang tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal oleh industri dalam negeri. Terlebih nilai ekonomi sektor ini cukup signifikan. Merujuk pada data statistik, untuk sektor industri komputer, barang elektronik dan optik saja nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp 68,513 triliun.

“Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024 sekilas membatasi impor produk  elektronik. Namun sejatinya kalau ditelisik lebih dalam lagi, pengaturan itu dimaksudkan untuk memberi ruang lebih besar kepada industrialis dalam negeri karena produk produk industri hilir seperti AC, mesin cuci, kulkas, dan sebagainya tersebut sudah lama dihasilkan dalam negeri, dengan kualitas yang baik sehingga mendapat tempat di hati konsumen domestik,” terang Fahmi.

Kebijakan tersebut diharapkan mendukung sektor industri nasional Indonesia yang tahun ini (2024) ditargetkan 5,80%, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02%.

“Indonesia saat ini menggencarkan hilirisasi, dan itu  sejalan dengan upaya mengendalikan impor supaya nilai tambah komoditas dalam negeri, lebih banyak dihasilkan dari sektor industri nasional, bukan dari luar negeri,” jelas Fahmi.

Fahmi menekankan bahwa para pelaku industri lokal perlu mempersiapkan produk lokal yang sebanding dengan produk impor sebagai substitusi impor. Lalu menurutnya para pelaku industri lokal perlu melengkapinya dengan marketing yang menggoda serta kualitas mumpuni sehingga tidak kalah dengan produk impor. 

Fahmi mengamini bahwa aturan tersebut akan menimbulkan guncangan dari sisi pasokan produk elektronik yang akan memberikan pengaruh pada harga. Namun Fahmi meyakini bahwa para pemasok produk elektronik akan terus mencari cara demi menjaga penjualan. 

“Langkah yang paling mungkin diambil pemasok, mereka akan berpikir ulang untuk menekan harga jual dan pada akhirnya memutuskan untuk membuka pabrik di Indonesia. Akan berlanjut dengan berdirinya pabrik-pabrik baru yang tentu membuka lapangan kerja, lalu mendorong penurunan harga jual, meningkatkan kuantitas penjualan, serta hal ini akan berdampak pada PDB dan penerimaan pajak,” terang Fahmi.

Baca Juga: Business Forum Hannover Messe 2024: Indonesia Kenalkan Inovasi Teknologi Industri

Posisi Indonesia sebagai salah satu pasar elektronik besar di dunia akan membuat para pemasok produk elektronik serius untuk bisa memproduksi produknya di dalam negeri. Karena bagaimanapun para pemasok produk elektronik tidak akan meninggalkan tempat terbaik penjualannya dan akan mencari berbagai cara demi menjaga penjualan mereka yang salah satunya adalah melakukan produksi di dalam negeri.

“Aturan yang oleh sebagian pihak dipandang sebagai pembatasan ini sebenarnya dimaksudkan sebagai stimulan agar daya saing industri dalam negeri meningkat. Dengan daya saing tinggi, pada gilirannya akan membuat sektor industri dalam negeri kondusif berkembang dengan baik. Selama daya beli masyarakat masih kuat di Indonesia, investor akan tertarik di sektor industri,” ujar Fahmi.

Editor: Tendi Mahadi