Aturan Tarif Batas Atas Angkutan Udara Membawa Bias



JAKARTA. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 26/2010 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri memiliki kelemahan yang berpotensi merugikan penumpang pesawat.Dalam Pasal 2 ayat (1) aturan baru itu menyebutkan, tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surcharge), yang merupakan tarif batas atas.Sementara, jarang sekali maskapai penerbangan mencantumkan rincian biaya yang harus dibayarkan penumpang sebagai total harga tiket pesawat dalam situs resminya.Penelusuran yang dilakukan KONTAN, hanya PT Indonesia AirAsia yang secara terbuka merinci total harga tiket yang harus dibayarkan penumpangnya. Sebutlah untuk rute Jakarta-Jogjakarta yang diterbangkan 23 Juni 2010 dan dipesan sehari sebelumnya. Satu orang penumpang dewasa dikenakan tarif Rp 440.500 dengan rincian tarif dasar Rp 395.000, pajak pertambahan nilai Rp 39.500 plus iuran asuransi wajib Jasa Raharja Rp 6.000.Sementara situs maskapai lain yang sempat diintip KONTAN seperti PT Garuda Indonesia (Persero) dan PT Mandala Airlines tidak merinci biaya-biaya harga tiket yang harus dibayar penumpang. Garuda mengutip harga Rp 549.000 sampai Rp 893.000 per penumpang dan Mandala mengenakan tarif promo Rp 277.182 sampai Rp 468.091 per penumpang tanpa mencantumkan rincian biaya yang harus dibayar. Sementara menurut aturan tarif batas atas yang baru rute Jakarta-Jogjakarta adalah Rp 967.000 per penumpang.Sayangnya, penjelasan tidak juga muncul dari pejabat kedua maskapai. Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Pujobroto dan Head of Corporate Communication Mandala Airlines Trisia Megawati KD tidak membalas konfirmasi yang dilayangkan KONTAN.Penjelasan justru datang dari pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub). "KM 26/2010 adalah penetapan batas tarif penerbangan oleh Kemenhub. Sementara pajak dan asuransi merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, sehingga Kemenhub tidak punya wewenang mengaturkomponen besaran pajak dan asuransi," jelas Direktur Angkutan Udara Kemenhub Tri S Sunoko, Selasa (22/6).Namun, ia meminta seluruh maskapai penerbangan untuk sebaiknya mencantumkan rincian seluruh biaya tiket yang harus dibayarkan penumpang. Sehingga tidak dicurigai merugikan penumpang.Sementara, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit meminta pemerintah untuk konsisten menjalankan KM 26/2010. "Paska diterbitkannya aturan, perlu ada fungsi pengawasan yang harus dijalankan Ditjen Perhubungan Udara. Bagi masyarakat pengguna dan industri penerbangan, yang terpenting adalah kejelasan semua biaya yang dibebankan ke masyarakat. Sehingga tidak terjadi kemungkinan eksploitasi," kata Danang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.