Aturan Turunan Carbon Capture Storage (CCS) Tengah Dikebut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah Kementerian tengah mengebut aturan turunan mengenai teknologi penangkap dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).

Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Noor Arifin Muhammad mengatakan, saat ini masih aturan turunan CCS masih dalam proses penyusunan. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif meminta agar bisa selesai dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan dihitung sejak awal Mei.


Saat ini, regulasi turunan ini masih dalam proses harmonisasi penyusunan internal Kementerian ESDM bersama kementerian lainnya.

Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) and ExxonMobil Collaborate on Carbon Capture Storage

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenkomarves Jodi Mahardi mengatakan, Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM di bulan Maret 2023 No 2 Tahun 2023 mengenai CCS/CCUS di Wilayah Kerja Migas, Peraturan Presiden di bulan Januari 2024 No 14 tahun 2024 mengenai CCS, BSN telah mengadopsi 4 ISO Standard terkait CCS dan menerbitkan 4 Standard Nasional Indonesia (SNI) mengenai CCS di bulan Oktober 2023, SKK Migas telah mengeluarkan PTK 70 di bulan Februari 2024 untuk CCS/CCUS di Wilayah Kerja Migas.

"Saat ini, beberapa Kementerian sedang menyusun peraturan turunan (Permen) dari Peraturan Presiden no 14 Tahun 2024, contohnya Kementerian ESDM. Dan Kemenko Marves akan menjadi Koordinator dalam percepatan penyusunan peraturan turunan tersebut," kata Jodi kepada KONTAN, Jumat (31/5).

Baca Juga: Dorong Implementasi Carbon Capture Migas, Pemerintah Siapkan Aturan Pendukung

Joni menuturkan, terdapat sekitar 15 pre-project CCS/CCUS di Indonesia sampai saat ini dengan total investasi US$28B. Pre-project ini dilakukan oleh sektor public dan privat dan juga kerjasama antara dua sektor ini (beberapa contoh perusahaannya adalah Pertamina, Exxon, BP, Chevron, Inpex, Petronas, Medco, dan Repsol).

Beberapa pre-project ini, lanjut Jodi, menunjukkan bahwa CCS adalah izin untuk berinvestasi dikarenakan untuk mereka bisa berinvestasi sekarang dibutuhkan strategi dekarbonisasi untuk industri mereka dan CCS adalah solusi dekarbonisasi yang paling terbukti secara teknologi dan juga paling signifikan volume pengurangan CO2 nya.

"Dan juga telah banyak industri yang akan memproduksi produk rendah karbon (low carbon products) yang memerlukan penerapan teknologi CCS," ujar Jodi.

Baca Juga: Luhut Tawarkan Singapura Kerjasama Investasi CCS dan Budidaya Rumput Laut

Menurut Jodi, produksi migas yang turun saat ini justru memberikan potensi kepada bisnis CCS/CCUS. Pasalnya,sekarang perusahaan migas harus melakukan CCS agar bisa terus beroperasi untuk strategi dekarbonisasi mereka dan juga yang ingin melakukan eksplorasi wilayah baru.

Selain itu, Jodi bilang produksi migas yang terus berjalan menyebabkan lapisan yang menghasilkan minyak dan gas (depleted reservoir) menjadi available di bawah tanah untuk tempat penyimpanan CO2 untuk teknologi CCS, dikarenakan minyak dan gasnya diproduksi dan memberikan ruang kosong untuk tempat penyimpanan CO2. 

Sementara itu, Founder dan Advisor ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, jika produksi migas terus turun, tentu akan berpengaruh pada skala keekonomian project secara keseluruhan.

"Makin besar tingkat produksi, hitungan economic of scale dari project CCS/CCUS nya akan makin lebih mudah layak secara keekonomian," ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (31/5).

Baca Juga: Pertamina International Shipping Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

Pengamat Migas sekaligus mantan President Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan menilai, CCS/CCUS itu perlu study yang cukup mendalam mengenai reservoir yang dapat digunakan sebagai storage dan itu perlu waktu untuk study termasuk uji coba menjadikan storage.

"Yang dapat melakukan CCS/CCUS hanya oil and gas company pada saat ini. Apabila investasi di oil and gas meningkat, process CCS/CCUS juga akan mengalami peningkatan," kata Tumbur kepada KONTAN.

Menurut Tumbur, dengan kondisi sekarang, mungkin hanya oil and gas company yang mempunyai produksi atau yang akan berproduksi signifikan yg akan melakukan study uji coba untuk menginjeksikan CO2 ke dalam storage tersebut,

"Bila tidak ada operation oil and gas yang signifikan, mungkin CCS/CCUS akan sangat terbatas sekali. At the end, keekonomian project yang menjadi dasar dalam melakukan investasi," pungkas Tumbur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto