KONTAN.CO.ID - JAKARTA. UU nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air (SDA) telah disahkan pada 2019 lalu. Namun, hingga saat ini belum ada aturan turunan dari UU tersebut. Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Charisal Akdian Manu mengatakan, sesuai amanat pasal 78 UU SDA nomor 17 tahun 2019 menyebutkan adanya Peraturan Pemerintah (PP) paling lambat 2 tahun setelah diundangkan sudah harus ditetapkan atau 16 oktober 2021. “Penyusunan sementara oleh tim Teknis Direkrorat OP (Bina Operasi dan Pemeliharaan) sebagai
leader penyusun didukung Bagian Hukum Sesditjen SDA,” kata pria yang kerap disapa Roga kepada Kontan, Minggu (13/9).
Roga mengatakan, rencananya Desember 2020 penyusunan PP rampung di tim teknis SDA. Kemudian lanjut pembahasan antar kementerian/lembaga (K/L). Langkah akhir sebelum penetapan PP didahului adalah harmanisasi antar K/L di pimpin Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Tentatif pertengahan tahun 2021 karena pandemi covid-19 para pakar narasumber tidak ingin physical tetapi secara video conference (Vicon) ada (yang) di Jogyakarta, Bandung , Jakarta dan lainnya,” ungkap dia. Roga mengatakan, UU SDA ini juga terdapat dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Ia mengatakan, proses pembahasan UU SDA dalam RUU cipta kerja telah dilakukan. Menurut dia hasil pembahasan adalah penyesuaian 2 poin penting. Hanya saja Ia enggan menyatakan penyesuaian yang dimaksud tersebut. Sebagai informasi, pemerintah mengajukan revisi sejumlah pasal UU 17/2019 tentang sumber daya air. Revisi UU 17/2019 ini tercantum dalam BAB III RUU Cipta Kerja tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.
Baca Juga: DPR desak pemerintah terbitkan PP atas UU Sumber Daya Air Tercatat ada 30 usulan perubahan UU nomor 17 tahun 2019 yang diajukan pemerintah. Yakni 23 usulan revisi bunyi pasal dan penghapusan 7 pasal dalam UU nomor 17 tahun 2019. 7 pasal yang dihapus itu adalah pasal – pasal yang berbunyi bahwa pemerintah daerah yakni pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat mengatur dan mengelola sumber daya air. Pasal yang dihapus antara lain pasal 12, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 16, pasal 17 dan pasal 20. Adanya penghapusan ketujuh pasal itu membuat pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota kehilangan kewenangan untuk mengatur dan mengelola sumber daya air. Sedangkan, sebagian besar usulan revisi bunyi pasal membuat pemerintah daerah juga kehilangan tugas daan kewenangannya dalam penggunaan sumber daya air, pola pengelolaan sumber daya air, rencana pengelolaan sumber daya air, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengingatkan, pemerintah bersama DPR, untuk melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder terkait, dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Sebab, secara substansi 80% isi dan rancangan RUU Cipta Kerja itu sebenarnya terkait penataan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Robert menyebut, pelibatan pemerintah daerah penting karena tiga hal. Pertama, menjamin kualitas substansi yang sesuai dan pro otonomi daerah. Kedua, menjamin kualitas proses yang terbuka dan partisipatif. Ketiga, menjamin dukungan daerah dalam pelaksanaannya nanti. “Itu penting. Kalau kemudian (pemda) tidak dilibatkan dan tidak diketahui, memang efektif? Tidak akan efektif. Tidak bisa (pemerintah) pusat memerintah secara sentralistik dari Jakarta kemudian pemda di papua tutup mata saja setuju aja apa yang dikatakan pusat, ngga begitu ceritanya,” kata Robert ketika dikonfirmasi, Minggu (13/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .