Aturan waralaba resto dirilis, ini detailnya



JAKARTA. Penantian panjang para pelaku usaha waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman akhirnya berakhir sudah. Pemerintah sudah merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 07/M-DAG/PER/02-2013 yang mengatur kepemilikan gerai yang dikelola sendiri atau company owned outlet maksimal 250 outlet.

Bila pemilik waralaba atau penerima waralaba untuk jenis usaha restoran, rumah makan, Bar/rumah minum dan kafe telah memiliki outlet/gerai melebihi ketetapan dalam kebijakan tersebut, maka harus diwaralabakan dan atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal.

Persentase jumlah penyertaan modal yang dimaksud dalam peraturan tersebut dibagi dalam dua kelompok. Pertama, untuk usaha dengan nilai investasi kurang dari satu atau sama dengan Rp 10 miliar, maka jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 40%.


Kedua, untuk usaha dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar, maka penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit sebanyak 30%. Bagi pemberi waralaba atau penerima waralaba yang telah memiliki outlet lebih dari yang ditentukan tersebut, pemerintah memberikan kesempatan hingga jangka waktu 5 tahun sejak peraturan ini diterbitkan.

Seperti halnya dalam aturan waralaba toko modern yang tertuang dalam Permendag Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012, pemberi waralaba atau penerima waralaba wajib menggunakan bahan baku dan peralatan usaha produksi dalam negeri paling sedikit 80%.

Sementara itu, dalam kondisi tertentu pemerintah dapat memberikan izin menggunakan bahan baku dan peralatan usaha produksi kurang dalam negeri kurang dari 80% setelah mempertimbangkan rekomendasi tim peneliti.

Sekadar catatan, kebijakan tentang waralaba restoran dan toko modern yang terlebih dahulu keluar tersebut merupakan turunan dari Permendag 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang penyelenggaraan waralaba.

Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali), Amir Karamoy tidak sepenuhnya mendukung aturan baru ini. Bagi Amir, poin utama dalam beleid tersebut yang masih menjadi ganjalan dan mendistorsi peraturan diatasnya adalah, tentang kemitraan yang didasarkan pada penyertaan modal.

Peraturan yang dimaksud oleh Amir adalah peraturan pemerintah (PP) nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba. Menurutnya, dalam kegiatan usaha waralaba tersebut antara pemberi waralaba dan pihak terwaralaba merupakan pihak yang berbeda. Dengan penyertaan modal tersebut justru tidak akan melahirkan wira usaha baru, atau bahkan sebaliknya.

Amir menambahkan, dasar dari kegiatan waralaba ini adalah dua pihak yang independen kemudian melakukan hubungan kerja sama usaha dibawah merek yang dimiliki pihak tertentu. "Kalau ada penyertaan modal sama artinya tidak independen karena ada kontrol bagi terwaralaba," ujar Amir.

Setelah diterapkannya peraturan ini, Amir khawatir akan banyak perusahaan waralaba asing yang masuk ke Indonesia. Bahkan menjadi pasar bagi waralaba asing. Waralaba lokal juga diproyeksi menjadi tersisih dan tambah hancur.

Menurut Amir, untuk memajukan UKM dalam negeri pengaturan waralaba ini sebenarnya pemerintah hanya cukup membatasi kepemilikan gerai waralaba yang dimiliki sendiri. Untuk poin penyertaan modal tersebut, seharusnya dituangkan dalam peraturan tersendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri