JAKARTA. Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah mengaku terkejut dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi penanganan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Atut mengklaim tuntutan tersebut tidak sesuai dengan keterangan saksi dan fakta dalam persidangan yang menunjukkan keterkaitan dirinya dengan tuduhan KPK. Hal ini diungkapkan Atut dalam persidangan pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/8). "Saya sangat terkejut dan shock dengan permohonan tuntuan oleh jaksa penuntut umum yang demikian tinggi terhadap saya yaitu 10 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta," katanya. Atut juga merasa sakit hati dengan tuntutan JPU dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak politik. Atut berdalih keterlibatannya dalam perkara ini hanya dikarenakan kebetulan saja. Menurut dia, dua kali pertemuannya dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar, di Singapura, dan pertemuan yang digagas mantan calon Bupati Lebak dan calon Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, juga advokat Susi Tur Andayani, ditafsirkan secara keliru oleh jaksa.
Atut sakit hati atas besarnya tuntutan jaksa KPK
JAKARTA. Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah mengaku terkejut dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi penanganan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Atut mengklaim tuntutan tersebut tidak sesuai dengan keterangan saksi dan fakta dalam persidangan yang menunjukkan keterkaitan dirinya dengan tuduhan KPK. Hal ini diungkapkan Atut dalam persidangan pembacaan nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/8). "Saya sangat terkejut dan shock dengan permohonan tuntuan oleh jaksa penuntut umum yang demikian tinggi terhadap saya yaitu 10 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta," katanya. Atut juga merasa sakit hati dengan tuntutan JPU dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak politik. Atut berdalih keterlibatannya dalam perkara ini hanya dikarenakan kebetulan saja. Menurut dia, dua kali pertemuannya dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar, di Singapura, dan pertemuan yang digagas mantan calon Bupati Lebak dan calon Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin, juga advokat Susi Tur Andayani, ditafsirkan secara keliru oleh jaksa.