JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mendapatkan dokumen pajak Google yang telah diaudit. Namun, hingga saat ini pemerintah belum menemukan angka besaran pajak yang harus dibayarkan oleh Google nantinya.Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengakui bahwa dokumen yang diaudit tersebut telah diterima oleh otoritas pajak. “Ya, betul,” ucapnya singkat kepada KONTAN, Selasa (4/4).Ia juga mengakui bahwa minggu lalu, Ditjen Pajak sempat menggelar pertemuan dengan Google untuk membahas kelanjutan dari tunggakan pajak ini. Namun demikian, ia menolak berkomentar lebih lanjut terkait hasil dari pertemuan tersebut. “Ya, tetapi belum bisa komentar ya,” kata Haniv.
Dalam dokumen pajak auditan Ernst & Young LLP terbitan 11 Februari 2016 yang disimak oleh KONTAN, tertera bahwa PT Google Indonesia (PT GI) telah membayar pajak pada tahun 2015 sebesar Rp 5,2 miliar atau 25% dari penghasilan kena pajak (
taxable income) sebesar Rp 20,88 miliar. Pada tahun 2015, PT GI membukukan pendapatan sebesar Rp 187,5 miliar. Pembayaran pajak pada tahun 2015 ini memang turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 7,7 miliar dari penghasilan kena pajak sebesar Rp 30.7 miliar. Adapun pada dokumen pajak Google lainnya yang disimak oleh KONTAN, Google Asia Pacific Pte. Ltd (GAP) membukukan total pendapatan sebesar US$ 109,2 juta yang didapat dari klien di Indonesia pada tahun 2015 di mana 10 besar klien Indonesia berkontribusi sebesar 55% dari pendapatan atau sebesar US$ 60 juta. Ditjen Pajak menaksir angka pajak yang semestinya dibayar Google ke pemerintah mencapai Rp 450 miliar per tahun. Ini dengan asumsi margin keuntungan yang diperoleh Google di kisaran Rp 1,6 triliun hingga Rp 1,7 triliun per tahun. Margin tersebut diperoleh atas penghasilan sekitar Rp 5 triliun per tahun. Pemerintah juga memegang total pendapatan dari bisnis iklan digital di Indonesia pada tahun 2015 yang sebesar US$ 830 juta. Pemerintah memperkirakan, Google dan Facebook memegang pangsa pasar iklan sekitar 70%. Data Google realistis Direktur Eksekutif lembaga Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo bilang, bila dokumen audited tersebut memang sudah diserahkan oleh Google kepada pemerintah, seharusnya pemerintah memakai perhitungan berdasarkan dokumen tersebut. “Pemerintah berarti sudah punya data, bahwa ini yang benar dong. Ini audited. Harusnya yang ini yang dipakai, bukan angka-angka lain karena ini
officially di-submit oleh perusahaan, termasuk ke otoritas pajak Singapura,” katanya kepada KONTAN, Selasa (4/4). Adapun menurutnya, data yang diserahkan oleh Google tersebut lebih akurat dan legal ketimbang angka yang beredar selama ini. “Menurut saya data ini lebih akurat dan legal, karena ini perusahaan yang diaudit dan yang mengaudit adalah KAP independen,” ucapnya. Ia melanjutkan, angka yang dipatok oleh Ditjen Pajak kepada Google harus direvisi. Menurut dia, supaya penyelesaian pajak Google ini ada kemajuan pemerintah harus melangkah mundur karena angka yang valid sudah ada. “Pemerintah harus realistis melihat angkanya berapa. Nah, Google sudah maju sebenarnya dengan memberikan laporan audited KAP, itu sudah bagus,” kata Yustinus. Hal ini artinya, Google mau membayar bahkan yang sebenarnya bukan kewajiban mereka menurut UU yang ada.
“Tinggal pemerintah mundur sedikit. Pemerintah akan tetap dapat duit dan tidak perlu repot-repot pidana dan lain sebagainya yang risikonya bisa kalah,” ucapnya. Yustinus menambahkan, penghasilan kena pajak PT GI sebenarnya kecil. Namun, sedari awal cukup jelas bahwa PT GI hanya memiliki fungsi asistensi untuk Google Asia Pacific Pte. Ltd (GAP). “Mereka tidak menjalankan
marketing dan lainnya.
Income yang didapat basisnya hanya pembagian penghasilan (dari GAP). Kalau dari sisi ini, wajar kecil karena hanya jasa supporting. Artinya, terlihat bahwa transaksinya bukan dengan PT GI, tapi dengan GAP. Konsumen Indonesia juga transaksinya langsung dengan GAP. Saya kira fiskus tahu ini,” kata Yustinus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto