KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan atawa
Assets Under Management (AUM) industri reksadana turun lagi di bulan Juli 2022. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AUM bulan Juli tercatat hanya Rp 543,49 triliun. Jumlah itu turun Rp 5,09 triliun dibanding dana kelolaan di bulan Juni 2022 yang mencapai Rp 548,58 triliun. Walau secara total turun, mayoritas jenis reksadana berhasil mencatatkan pertumbuhan dana kelolaan secara bulanan. (lihat tabel)
Reksadana | Juni | Juli | MoM |
Terproteksi | 109.71 | 106.83 | -2.63% |
Saham | 125.03 | 116.7 | -6.66% |
ETF | 13.58 | 13.86 | 2.06% |
Pendapatan Tetap | 144.59 | 148.43 | 2.66% |
Global | 16.8 | 16.97 | 1.01% |
Indeks | 11 | 10.97 | -0.27% |
Campuran | 24.58 | 24.87 | 1.18% |
Pasar Uang | 99.55 | 100.97 | 1.43% |
Sukuk | 3.64 | 3.89 | 6.87% |
Total | 548.48 | 543.49 | -0.91% |
Sumber: OJK Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan, terdapat dua faktor utama yang mendorong turunnya dana kelolaan industri reksadana.
Pertama, jumlah unit penyertaan yang mengalami penurunan dari 406,28 miliar unit jadi 402,16 miliar unit.
Kedua, adanya aturan terbaru OJK, yakni SEOJK No 5 Tahun 2022 yang membuat pengelolaan dana unit link dilarang ditempatkan di reksadana kecuali yang berbasis SBN turut menjadi penyebabnya. “Alhasil, beberapa reksadana di
redeem untuk dipindahkan ke dalam bentuk yang lain, misalnya kontrak pengelolaan dana (KPD) yang mana tidak tercatat di publik. Alhasil, dana kelolaan pun berkurang,” ungkap Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (10/8).
Baca Juga: Reksadana Campuran Catat Kinerja Positif, Prospeknya Dinilai Masih Menarik Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division, Henan Putihrai Asset Management (HP Asset Management) Reza Fahmi menambahkan, sepanjang bulan Juli, investor juga cenderung berhati-hati seiring dengan adanya issue resesi pada akhir tahun ini atau di awal tahun depan. Hal tersebut sangat terlihat pada dana kelolaan reksadana saham yang mengalami penyusutan hingga Rp 8,33 triliun atau 6,6% secara bulanan, dari Rp 125,03 triliun menjadi Rp 116,7 triliun. “Investor yang
wait and see akhirnya memindahkan dananya ke reksadana yang lebih rendah risiko seperti reksadana pendapatan tetap atau pasar uang, maupun memegang
cash untuk bisa memanfaatkan momentum top up ketika waktunya tepat,” tambah Reza. Sementara Wawan menilai, turunnya dana kelolaan reksadana saham tidak terlepas dari adanya aksi
profit taking dari para investor karena kinerja reksadana saham yang apik sepanjang bulan Juli. Adapun, kinerja rata-rata reksadana saham yang tercermin dari Infovesta 90 Equity Fund Index berhasil tumbuh 1,38% secara bulanan. Mengungguli IHSG yang hanya 0,57% pada periode yang sama. Ia menjelaskan, aksi profit taking tersebut juga terlihat dari naiknya dana kelolaan reksadana pendapatan tetap maupun reksadana pasar uang. Hal ini menandakan terjadinya aksi
switching para investor dengan memarkirkan dananya ke dua jenis reksadana tersebut.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Campuran Sucor Asset Management Semakin Ciamik Pada sisa tahun ini, Reza melihat reksadana saham masih berpeluang untuk mencatatkan pertumbuhan AUM seiring valuasi IHSG yang di bawah rata-rata historis dan rilis laporan keuangan yang rata-rata di atas ekspektasi konsensus sehingga ada potensi
upgrade target harga sejumlah emiten Selain itu, Bank Indonesia sejauh ini memang menahan suku bunga seiring performa rupiah yang relatif lebih baik dibanding mata uang regional lainnya. Apalagi, dengan menahan suku bunga, akan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi domestik pasca pandemi untuk membantu sisi fiskal dalam hal penerimaan pajak bisa pulih. Namun demikian, ia menyebut tekanan inflasi akan menjadi resiko yang tidak terhindarkan baik yang disebabkan oleh
demand pull akibat
windfall effect dari kenaikan harga komoditas maupun cost push jika pemerintah akhirnya akan melakukan penyesuaian harga BBM. “Sehingga kami melihat BI perlu menaikkan suku bunga acuan 3-4x agar volatilitas rupiah bisa terjaga sehingga portfolio
inflow bisa kembali positif untuk mendukung target index akhir tahun di 7.400,” jelas Reza.
Baca Juga: The Fed Diekspektasikan Tak Lagi Agresif, Begini Prospek Reksadana Pendapatan Tetap Ke depan, Wawan menyebut pertumbuhan dana kelolaan industri reksadana akan jauh lebih menantang karena hilangnya kontribusi dari unit link. Maklum, industri unit link tercatat berkontribusi sekitar 30% dari total dana kelolaan atau sekitar Rp 162 triliun per awal tahun 2022 ini. “Namun, dengan terus tumbuhnya investor baru reksadana diharapkan bisa membantu perkembangan industri reksadana serta dana kelolaannya ke depan,” tutur Wawan. Adapun, merujuk data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor reksadana per Juli 2022 sudah mencapai 8,64 juta investor. Jumlah tersebut telah tumbuh 26,31% jika dibandingkan posisi akhir 2021 yang sebanyak 6,84 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari