Aussie tersandung data inflasi



JAKARTA. Pelemahan dialami mata uang dollar Australia terhadap beberapa mata uang dunia. Laporan mengenai turunnya kinerja sektor manufaktur China yang dirilis oleh The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC), kemarin, menjadi beban berat bagi aussie.

Hingga Rabu (24/7) pukul 17.32 WIB, pasangan EUR/AUD menguat 0,90% menjadi 1,4353 dibanding hari sebelumnya. Pairing AUD/USD melemah 0,83% menjadi 0,9219. AUD/JPY turun 0,25% menjadi 92,20.

Purchasing Manager Index (PMI) China keluaran HSBC Holdings Plc dan lembaga survei global Markit Economics turun menjadi 47,7 pada Juli dari 48,2 bulan sebelumnya.


Melambatnya perekonomian China bisa berdampak kuat bagi Negeri Kanguru, karena tingkat perdagangan kedua negara yang erat. Sebagian besar ekspor komoditas Australia terserap oleh China. Pelemahan China bisa menyeret ekspor Australia.

Dari faktor dalam negeri, Biro Statistik Australia merilis indeks harga konsumen sepanjang kuartal dua lalu tumbuh 0,4%. Angka ini sama dengan kuartal pertama lalu. Sementara, inflasi kuartal kedua hanya tumbuh 2,4%. Angka ini menurun dibandingkan kuartal pertama 2,5%.

Daru Wibisono, analis Monex Investindo Futures mengatakan, tingkat inflasi yang turun menimbulkan kemungkinan bahwa Bank Sentral Australia (RBA) akan memangkas suku bunganya, Agustus mendatang. "Pemangkasan suku bunga oleh RBA, akan semakin membuat aussie terus merosot," ujarnya.

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner PT Investa Saran Mandiri mengatakan, pasangan EUR/AUD sebenarnya bergerak flat karena euro juga berada dalam kondisi yang kurang bagus.

Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan, pasangan AUD/JPY sebenarnya juga bergerak mendatar. Namun, aussie melemah karena spekulasi pemangkasan suku bunga acuan oleh RBA. "Meski dollar Australia melemah, pejabat bank menyukai itu, karena bisa mendorong perekonomian," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati