JAKARTA. Pemerintah Australia akhirnya mencabut penghentian ekspor sapi bakalan ke Indonesia yang selama 1 bulan kemarin diberlakukan. Namun, Australia akan tetap memperketat persyaratan ekspor ke Indonesia meski mereka telah mencabut suspensi itu. Menteri Pertanian Australia, Joe Ludwig menuturkan, perusahaan Australia yang akan mengekspor sapi ke Indonesia harus mendapatkan izin kontrol ekspor terlebih dahulu dari pemerintah Australia. Mereka juga harus mendemonstrasikan bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang menjadi tujuan ekspornya telah menggunakan standar Badan Dunia untuk Kesejahteraan Hewan (OIE). "Saya meyakini sejumlah eksportir Australia telah siap mengikuti standar ini dan memberi tahu Indonesia untuk mengeluarkan izin impor," tutur Ludwig seperti dikutip Bloomberg, Rabu (6/7). Ketua Umum Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo), Joni Liano menyambut baik kebijakan Australia yang mencabut larangan ekspor sapi bakalan ke Indonesia. Ia bilang, suspensi ekspor yang sebulan kemarin terjadi memang kurang bijak. Pasalnya, kasus penyiksaan ternak yang mengemuka itu hanya bersifat kasuistik di beberapa RPH saja. Hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk melarang ekspor sapi ke Indonesia. "Australia sudah sepantasnya mencabut larangan itu," terang Joni ketika dihubungi KONTAN, Rabu (6/7). Joni bilang, pencabutan ini juga membuat industri penggemukan sapi (feedlot) domestik bisa kembali memanfaatkan kuota impor sapi bakalan. Pada tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan kuota impor sapi bakalan sebanyak 600 ribu ekor. Hingga Juni kemarin, realisasi impor sapi bakalan baru sebanyak 180 ribu ekor. Targetnya, pada periode Juli-September ini, industri feedlot bakal mengimpor sebanyak 200 ribu ekor lagi. Sedangkan sisanya akan diimpor pada periode Oktober-Desember mendatang. Ketua Perhimpunan Peternak Sapi & Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana menambahkan, pencabutan larangan itu memang wajar dilakukan Australia. Sebab, Australia justru merugi jika melarang ekspor sapi bakalan ke Indonesia. "Para peternak di sana banyak yang protes karena Indonesia merupakan pasar terbesar," kata Teguh. Namun, Teguh mengatakan pencabutan larangan itu kemungkinan tidak akan berdampak pada penurunan harga daging sapi di dalam negeri. Faktor bulan puasa yang sebentar lagi datang menjadi penyebabnya. Walhasil, harga daging sapi kemungkinan akan terus naik. "Meski pasokan bertambah, harga akan tetap naik karena permintaannya juga bertambah," imbuh Teguh. Teguh juga mengingatkan pemerintah Indonesia untuk melakukan penghitungan ulang terkait kebutuhan daging sapi nasional. Kementan juga harus memastikan berapa jumlah persediaan sapi bakalan dalam negeri dan berapa yang harus diimpor. Hal ini diperlukan agar impor sapi bakalan dari Australia tidak permintaan sapi lokal. Kementan juga diminta mengawasi tata niaga sapi di tingkat bawah. Teguh khawatir pencabutan larangan ekspor itu bakal dijadikan alat oleh para pedagang dan blantik untuk menekan harga sapi peternak. Kalau ini dibiarkan, para peternak bisa merugi cukup besar karena mendapat harga yang tidak semestinya. Menanggapi hal itu, Joni bilang, kembali dilakukannya impor sapi dari Australia tidak akan merusak permintaan dan harga sapi lokal. Pasalnya, sapi impor dan lokal itu sudah memiliki porsinya masing-masing. Selama ini, industri feedlot juga biasa menyerap sekitar 100 ribu-200 ribu ekor sapi bakalan lokal per tahunnya, sehingga peternak tidak perlu khawatir akan kekurangan pasar. Namun, Joni meminta agar Kementan memperbaiki rantai pasokan sapi bakalan lokal. Industri feedlot kerap kesulitan mendapat pasokan sapi lokal dari beberapa daerah. "Untuk mendapat 10 ribu-20 ribu ekor saja susahnya bukan main," keluh Joni. Oleh karena itu, lanjut Joni, Kementan harus memastikan alur distribusi sapi bakalan lokal tidak terlalu panjang sehingga mudah diserap industri feedlot.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Australia cabut larangan ekspor sapi bakalan ke Indonesia
JAKARTA. Pemerintah Australia akhirnya mencabut penghentian ekspor sapi bakalan ke Indonesia yang selama 1 bulan kemarin diberlakukan. Namun, Australia akan tetap memperketat persyaratan ekspor ke Indonesia meski mereka telah mencabut suspensi itu. Menteri Pertanian Australia, Joe Ludwig menuturkan, perusahaan Australia yang akan mengekspor sapi ke Indonesia harus mendapatkan izin kontrol ekspor terlebih dahulu dari pemerintah Australia. Mereka juga harus mendemonstrasikan bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang menjadi tujuan ekspornya telah menggunakan standar Badan Dunia untuk Kesejahteraan Hewan (OIE). "Saya meyakini sejumlah eksportir Australia telah siap mengikuti standar ini dan memberi tahu Indonesia untuk mengeluarkan izin impor," tutur Ludwig seperti dikutip Bloomberg, Rabu (6/7). Ketua Umum Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Apfindo), Joni Liano menyambut baik kebijakan Australia yang mencabut larangan ekspor sapi bakalan ke Indonesia. Ia bilang, suspensi ekspor yang sebulan kemarin terjadi memang kurang bijak. Pasalnya, kasus penyiksaan ternak yang mengemuka itu hanya bersifat kasuistik di beberapa RPH saja. Hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk melarang ekspor sapi ke Indonesia. "Australia sudah sepantasnya mencabut larangan itu," terang Joni ketika dihubungi KONTAN, Rabu (6/7). Joni bilang, pencabutan ini juga membuat industri penggemukan sapi (feedlot) domestik bisa kembali memanfaatkan kuota impor sapi bakalan. Pada tahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan kuota impor sapi bakalan sebanyak 600 ribu ekor. Hingga Juni kemarin, realisasi impor sapi bakalan baru sebanyak 180 ribu ekor. Targetnya, pada periode Juli-September ini, industri feedlot bakal mengimpor sebanyak 200 ribu ekor lagi. Sedangkan sisanya akan diimpor pada periode Oktober-Desember mendatang. Ketua Perhimpunan Peternak Sapi & Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana menambahkan, pencabutan larangan itu memang wajar dilakukan Australia. Sebab, Australia justru merugi jika melarang ekspor sapi bakalan ke Indonesia. "Para peternak di sana banyak yang protes karena Indonesia merupakan pasar terbesar," kata Teguh. Namun, Teguh mengatakan pencabutan larangan itu kemungkinan tidak akan berdampak pada penurunan harga daging sapi di dalam negeri. Faktor bulan puasa yang sebentar lagi datang menjadi penyebabnya. Walhasil, harga daging sapi kemungkinan akan terus naik. "Meski pasokan bertambah, harga akan tetap naik karena permintaannya juga bertambah," imbuh Teguh. Teguh juga mengingatkan pemerintah Indonesia untuk melakukan penghitungan ulang terkait kebutuhan daging sapi nasional. Kementan juga harus memastikan berapa jumlah persediaan sapi bakalan dalam negeri dan berapa yang harus diimpor. Hal ini diperlukan agar impor sapi bakalan dari Australia tidak permintaan sapi lokal. Kementan juga diminta mengawasi tata niaga sapi di tingkat bawah. Teguh khawatir pencabutan larangan ekspor itu bakal dijadikan alat oleh para pedagang dan blantik untuk menekan harga sapi peternak. Kalau ini dibiarkan, para peternak bisa merugi cukup besar karena mendapat harga yang tidak semestinya. Menanggapi hal itu, Joni bilang, kembali dilakukannya impor sapi dari Australia tidak akan merusak permintaan dan harga sapi lokal. Pasalnya, sapi impor dan lokal itu sudah memiliki porsinya masing-masing. Selama ini, industri feedlot juga biasa menyerap sekitar 100 ribu-200 ribu ekor sapi bakalan lokal per tahunnya, sehingga peternak tidak perlu khawatir akan kekurangan pasar. Namun, Joni meminta agar Kementan memperbaiki rantai pasokan sapi bakalan lokal. Industri feedlot kerap kesulitan mendapat pasokan sapi lokal dari beberapa daerah. "Untuk mendapat 10 ribu-20 ribu ekor saja susahnya bukan main," keluh Joni. Oleh karena itu, lanjut Joni, Kementan harus memastikan alur distribusi sapi bakalan lokal tidak terlalu panjang sehingga mudah diserap industri feedlot.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News