JAKARTA. Otoritas Anti Dumping Australia (ACS) mengeluarkan peringatan publik yang memerintahkan penghentian penyelidikan terhadap nanas kaleng asal Indonesia karena tidak terbukti melakukan dumping. Penyelidikan antidumping terhadap produk tersebut dimulai 15 April 2011 atas permintaan perusahaan Australia bernama Golden Circle. Produk untuk konsumen dan industri yang dituduh dumping tergolong dalam HS. 2008.20.00 yaitu HS 2008.20.00/27 dan HS 2008.20.00/28. Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Ernawati mengutarakan, tuduhan dumping itu tidak hanya dialami Indonesia. "Thailand juga terkena tuduhan dumping," ucapnya, pada siaran pers, Kamis (8/9). Pencabutan penyelidikan dumping itu terjadi setelah Direktorat Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyampaikan pembelaan pada 30 Juni 2011. Setelah berkoordinasi dengan perusahaan tertuduh, Indonesia menyatakan petisi yang disampaikan perusahaan Australia itu tidak didukung bukti kuat. Terutama terkait kerugian (injury) serta penentuan normal nilai produk yang tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). "Bahkan kerugian industri dalam negeri itu lebih banyak disebabkan oleh faktor internal," katanya. Namun, Ernawati mengutarakan, penghentian penyelidikan dumping nanas kaleng itu memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam negeri untuk mengisi dan merebut pasar ekspor produk itu di Australia. Menurut data Comtrade, nilai ekspor Indonesia ke Australia pada 2008 tercatat sebesar US$ 1,48 juta. Angka itu turun tipis pada 2009 menjadi US$ 1,16 juta, tapi naik lagi pada 2010 menjadi US$ 2,11 juta. Pangsa pasar produk nanas asal Indonesia di Australia pada 2010 tercatat sebesar 13,34%. Selama tiga tahun terakhir, Indonesia menduduki posisi ketiga setelah Thailand yang memegang 62,66% dan Philipina sebesar 20,32%. Selain Australia, Indonesia juga mengekspor nanas menuju Amerika Serikat, Belanda, dan Argentina. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Australia cabut penyelidikan antidumping nanas kaleng asal Indonesia
JAKARTA. Otoritas Anti Dumping Australia (ACS) mengeluarkan peringatan publik yang memerintahkan penghentian penyelidikan terhadap nanas kaleng asal Indonesia karena tidak terbukti melakukan dumping. Penyelidikan antidumping terhadap produk tersebut dimulai 15 April 2011 atas permintaan perusahaan Australia bernama Golden Circle. Produk untuk konsumen dan industri yang dituduh dumping tergolong dalam HS. 2008.20.00 yaitu HS 2008.20.00/27 dan HS 2008.20.00/28. Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Ernawati mengutarakan, tuduhan dumping itu tidak hanya dialami Indonesia. "Thailand juga terkena tuduhan dumping," ucapnya, pada siaran pers, Kamis (8/9). Pencabutan penyelidikan dumping itu terjadi setelah Direktorat Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyampaikan pembelaan pada 30 Juni 2011. Setelah berkoordinasi dengan perusahaan tertuduh, Indonesia menyatakan petisi yang disampaikan perusahaan Australia itu tidak didukung bukti kuat. Terutama terkait kerugian (injury) serta penentuan normal nilai produk yang tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). "Bahkan kerugian industri dalam negeri itu lebih banyak disebabkan oleh faktor internal," katanya. Namun, Ernawati mengutarakan, penghentian penyelidikan dumping nanas kaleng itu memberikan kesempatan bagi perusahaan dalam negeri untuk mengisi dan merebut pasar ekspor produk itu di Australia. Menurut data Comtrade, nilai ekspor Indonesia ke Australia pada 2008 tercatat sebesar US$ 1,48 juta. Angka itu turun tipis pada 2009 menjadi US$ 1,16 juta, tapi naik lagi pada 2010 menjadi US$ 2,11 juta. Pangsa pasar produk nanas asal Indonesia di Australia pada 2010 tercatat sebesar 13,34%. Selama tiga tahun terakhir, Indonesia menduduki posisi ketiga setelah Thailand yang memegang 62,66% dan Philipina sebesar 20,32%. Selain Australia, Indonesia juga mengekspor nanas menuju Amerika Serikat, Belanda, dan Argentina. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News