Australia Kian Semangat Pangkas Pekerja



SYDNEY. Perusahaan-perusahaan di Australia kemungkinan memangkas pekerjanya untuk bulan yang kedua di bulan Desember seiring dengan pertumbuhan domestik yang melambat dan mengancam perekonomian ke dalam resesi pertama sejak 1991. Pekerja Australia menyusut 20.000 setelah terkikis sebanyak 15.600 di bulan November. Ini merupakan perkiraan tengah dari 17 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg News. Tingkat pengangguran menggemuk menjadi 4,5%, paling tinggi dalam dua tahun ini. Angka mengenai bursa tenaga kerja ini akan dipublikasikan hari Kamis (15/1) pada pukul 11.30 waktu Sydney. Rio Tinto Group dan Australia & New Zealand Banking Group Ltd. adalah dua dari beberapa perusahaan yang memecat pekerjaannya. Hal ini menjadi bukti bahwa Australia akan membebek AS, Eropa, Inggris dan Jepang untuk terperosok ke jurang resesi. Penurunan angka pekerja akan meningkatkan tekanan bank sentral untuk memperbesar pangkasan suku bunga acuannya. Brian Redican, Senior Economist Macquarie Group Ltd. di Sydney mengatakan, "Meningkatnya pengangguran akan menjadi faktor kunci untuk membabat suku bunga patokan." Governor Stevens dan jajarannya telah mengurangi benchmark lending rate tahun lalu sebesar 3% ke level yang cukup rendah yaitu 4,25%. Namun, menurut Credit Suisse Group index yang berdasar pada swaps trading, para pemilik modal memiliki keyakinan penuh bahwa Stevens akan memangkas overnight cash rate sebesar 0,75% pada 3 Februari mendatang. Untuk catatan saja, Rio Tinto, perusahaan tambang terbesar ketiga di dunia bulan lalu telah meminggirkan 14.000 pekerjanya. Sementara itu Qantas Airways Ltd., Ford Motor Co., Fairfax Media Ltd., dan Telstra Corp. juga telah mengumumkan akan mengiris jumlah karyawannya. "Sepertinya ada sinyal penurunan di pasar tenaga kerja, bahwa perusahaan tidak ingin mengangkat staf anyar," kata Craig James, Senior Economist untuk Commonwealth Bank of Australia. Bulan lalu, pemerintah mulai mendistribusikan A$ 8,9 miliar atau setara dengan US$ 6 miliar kepada para pensiunan dan keluarganya untuk mendorong mereka berbelanja agar perekonomian negeri kanguru ini bergerak.


Editor: