Awal 2019, Trump larang perusahaan AS gunakan produk Huawei dan ZTE



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah mempertimbangkan perintah eksekutif di tahun baru untuk mendeklarasikan keadaan darurat nasional terhadap peralatan telekomunikasi hasil rakitan Huawei dan ZTE China. Perintah ini akan menghalangi perusahaan-perusahaan AS untuk menggunakan produk dua perusahaan ini.

Mengutip Reuters pada Kamis (27/12), kebijakan ini akan jadi langkah terbaru administrasi Trump untuk memotong bisnis Huawei Technologies Cos Ltd dan ZTE Corp untuk keluar dari pasar AS. Trump menuduh lewat produknya dua perusahaan ini memata-matai AS. Selain itu, AS menuding, kedua perusahaan peralatan jaringan terbesar China ini bekerja atas perintah pemerintah China.

Perintah eksekutif yang telah dipertimbangkan selama lebih dari delapan bulan ini akan dirilis pada awal Januari. Implementasinya akan mengarahkan Departemen Perdagangan AS untuk memblokir perusahaan-perusahaan AS membeli peralatan dari pembuat telekomunikasi asing yang menimbulkan risiko keamanan nasional yang signifikan.


Perintah eksekutif ini akan meminta Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional, sebuah undang-undang yang memberi wewenang bagi Presiden untuk mengatur perdagangan dalam menanggapi keadaan darurat nasional yang mengancam Amerika Serikat.

Masalah ini memiliki urgensi baru karena operator nirkabel AS mencari mitra guna mengadopsi jaringan nirkabel 5G.

Perintah Trump ini mengikuti berlakunya Rancangan Undang-undang (RUU) mengenai kebijakan pertahanan pada Agustus yang melarang pemerintah AS menggunakan peralatan Huawei dan ZTE.

Huawei dan ZTE belum berkomentar terkait hal ini. Sebelumnya, kedua perusahaan telah membantah tuduhan bahwa produk mereka digunakan untuk memata-matai. Gedung Putih juga tidak membalas permintaan komentar ini.

Sebenarnya Operator pedesaan di Amerika Serikat adalah pelanggan terbesar Huawei dan ZTE. Mereka mulai khawatir bila perintah eksekutif mengharuskan penghentian penggunaan peralatan buatan China yang ada tanpa kompensasi.

Pelaku perusahaan nirkabel besar AS telah memutuskan hubungan dengan Huawei. Sedangkan operator pedesaan kecil masih mengandalkan switch milik Huawei dan ZTE dan peralatan lainnya karena cenderung lebih murah.

Dua perusahaan ini sangat krusial bagi operator kecil AS sehingga William Levy, wakil presiden untuk penjualan Huawei Tech USA, ada di dewan direksi Rural Wireless Association (RAW).

RWA mewakili operator dengan kurang dari 100.000 pelanggan. Levy mengaku ada sekitar 25% RAW anggotanya memiliki peralatan Huawei atau ZTE di jaringan mereka.

"RWA prihatin bahwa perintah eksekutif dapat memaksa anggotanya untuk menghapus peralatan ZTE dan Huawei. Juga larangan pembelian di masa mendatang," kata Caressa Bennet, penasihat umum RWA.

Bila semua anggota RWA mengganti peralatan Huawei dan ZTE, Bennet memperkirakan butuh biaya US$ 800 juta hingga US$ 1 miliar.

Secara terpisah, Federal Communications Commission (FCC) pada bulan April lalu memberikan persetujuan awal terhadap peraturan yang melarang pemberian dana federal untuk membantu membayar infrastruktur telekomunikasi kepada Huawei dan ZTE.

FCC juga mempertimbangkan apakah akan mewajibkan operator untuk melepas dan mengganti peralatan dari perusahaan yang dianggap sebagai risiko keamanan nasional.

Pada bulan Maret, Ketua FCC Ajit Pai mengatakan hampir semua jenis peralatan telekomunikasi lainnya dapat memberikan jalan bagi pemerintah yang bermusuhan untuk menyuntikkan virus, penolakan layanan, mencuri data, dan banyak lagi.

Dalam pengajuan Desember ini, salah satu pemain bisnis, Pine Belt Communications di Alabama memperkirakan biayanya US$ 7 juta hingga US$ 13 juta untuk mengganti peralatan buatan China. Sementara Sagebrush di Montana mengatakan penggantian akan menelan biaya US$ 57 juta dan memakan waktu dua tahun.

Sagebrush telah mencatat bahwa produk Huawei secara signifikan lebih murah. Ketika mencari tawaran pada 2010 untuk jaringannya, ditemukan biaya peralatan Ericsson hampir empat kali lipat biaya Huawei.

Editor: Herlina Kartika Dewi