KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kombinasi sentimen dari dalam dan luar negeri membuat kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) terus bertambah. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, hingga Selasa (5/3) kepemilikan dana asing di SBN mencapai Rp 944,56 triliun. Sehari sebelumnya, dana milik investor asing di pasar obligasi negara menembus rekor di level Rp 945,88 triliun. Jika dihitung dari awal tahun, investor asing telah melakukan aksi beli SBN sebesar Rp 51,31 triliun. Lonjakan terbesar terjadi di bulan Februari lalu yang mana aksi beli investor asing di pasar obligasi negara mencapai Rp 32,8 triliun.
Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia Fikri C. Permana mengatakan, menggemuknya kepemilikan asing di SBN tak lepas dari berkurangnya risiko perang dagang antara AS dan China. Walau prosesnya cukup alot, kedua negara terus-menerus mengadakan pertemuan untuk membahas kebijakan tarif yang sesuai. Hal ini membuat para pelaku pasar global lebih lega, bahkan kembali memanasnya hubungan politik antara AS dan Korea Utara sudah tidak terlalu dikhawatirkan. Selain itu, keputusan The Federal Reserves yang lebih berhati-hati untuk menaikkan suku bunga acuan AS juga membuat para investor asing lebih yakin untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia.
Research analyst Capital Asset Management Desmon Silitonga menambahkan, ketika kondisi global lebih tenang, investor asing biasanya akan mencari negara-negara
emerging market yang menawarkan
return menarik dan fundamental ekonomi yang stabil. Indonesia lantas menjadi salah satu di antara negara tersebut. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat 5,17% di tahun lalu sudah sesuai dengan ekspektasi para pelaku pasar. Begitu pula dengan kurs rupiah yang kini masih stabil di kisaran Rp 14.000—Rp 14.100 per dollar AS. Posisi
yield Surat Utang Negara (SUN) yang saat ini berada di kisaran 7,8%--7,9% untuk tenor 10 tahun juga dinilai cukup ideal bagi investor asing. “Tingkat
yield obligasi Indonesia lebih tinggi dari negara berperingkat utang serupa, misalnya India yang posisi
yield obligasinya sekitar 7,7%,” ungkap Desmon, Rabu (6/3). Fikri juga berpendapat serupa. Kendati
yield SUN berangsur-angsur turun, inflasi Indonesia masih berada di level rendah, yakni 2,57% hingga Februari lalu. Dalam beberapa kesempatan, Indonesia justru mengalami deflasi.
Dengan asumsi
yield SUN 10 tahun berada di level 7,8%, maka
real interest rate yang didapat sekitar 5,3%. Hasil ini membuat
real interest rate Indonesia cukup tinggi sehingga memungkinkan bagi investor asing masuk ke pasar obligasi domestik. “
Real interest rate Indonesia lebih menarik dibandingkan dengan negara
emerging market lainnya, bahkan juga dengan sebagian negara maju,” jelasnya, kemarin. Ia menambahkan, tingginya nilai
real interest rate Indonesia untuk sementara bisa menutupi kekurangan seperti data neraca transaksi berjalan yang masih mengalami pelebaran defisit. Namun, pemerintah tetap tidak boleh abai untuk mengatasi masalah tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi