KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Awal November 2023, lifting minyak bumi mengendur. Informasi yang sampai ke Kontan.co.id, lifting minyak di tanggal 6 November 2023 hanya mencapai 578.103 barel per hari, lebih rendah dari target rerata lifting harian minyak tahun 2023 yang ditetapkan sebesar 660.000 barel per hari (bopd). Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf mengonfirmasi, rerata lifting minyak harian memang berada di bawah 600 ribu barel per hari. Salah satu penyebabnya ialah penurunan kinerja lapangan Banyu Urip yang dioperasikan oleh ExxonMobil Cepu Ltd sekitar 20 ribu bopd di awall tahun. “Kontributor lainnya proyek-proyek mundur yang diharapkan menghasilkan minyak dan kondensat,” imbuhnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/11).
Proyek-proyek yang dimaksud ada beberapa. Salah satu di antaranya ialah Proyek Forel yang diproyeksi mampu memberi tambahan produksi minyak 10.000 barel per hari. Sedianya, proyek tersebut direncanakan
on stream pada Oktober-November 2023 ini. Hanya saja, realisasinya mundur ke tahun depan. Proyek lainnya yakni Proyek Pengembangan gas Jambaran Tiung Biru PT Pertamina EP Cepu (PEPC) dan juga Proyek Tangguh Train 3 BP yang belum beroperasi dalam kapasitas penuh. Walhasil, perolehan kondensat dari kedua proyek belum maksimal.
Baca Juga: SKK Migas Mencatat Investasi Hulu Migas pada Kuartal III 2023 Meningkat “Beberapa KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) seperti Pertamina EP, PHR (Pertamina Hulu Rokan), PHM (Pertamina Hulu Mahakam) juga mengalami penurunan produksi secara alamiah,” imbuhnya. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai bahwa penurunan laju produksi minyak bisa dipahami. Sebab, kata Komaidi, produksi minyak RI kini banyak bergantung pada lapangan-lapangan minyak yang sudah tua. “Penurunan produksi saya kira memang masalah waktu karena kita bergantung pada lapangan-lapangan yang sudah
mature. Sepanjang tidak ada lapangan-lapangan baru yang ditemukan sebagai kompensasi untuk penurunan agak sulit sebetulnya,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/11). Menurut Komaidi, persoalan ini bisa ditindaklanjuti dengan menggencarkan eksplorasi dan mencari sumur-sumur baru. Sambil jalan, solusi pendek juga dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang ada di sekitar pada lapangan-lapangan eksisting. Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menilai bahwa SKK Migas sebaiknya berdiskusi dengan para KKKS yang produksinya menurun untuk bersama-sama menetapkan strategi untuk mengerem penurunan tersebut. Selain itu, dia juga menyarankan agar Pertamina mengembalikan lapangan-lapangan yang belum terkelola secara maksimal ke pemerintah agar bisa ditawarkan sebagai kontrak Production Sharing Contract (PSC) kepada investor.
Baca Juga: Kuartal III 2023, Investasi Hulu Migas Naik Tapi Lifting Belum Terdongkrak “Pertamina saya sarankan hanya fokus kepada lapangan-lapangan besar seperti layaknya sebuah NOC (National Oil Company) kelas dunia,” ujarnya kepada Kontan.co.id (14/11).
Lebih lanjut, Moshe juga menilai bahwa pemerintah sebaiknya terus memperbaiki iklim investasi. “Kita, lakukan benchmarking secara berkala terhadap negara-negara produsen lainnya, insentif dan kemudahan apa yang bisa lebih ditawarkan, persaingan global untuk menarik investor semakin ketat sedangkan alokasi kapital untuk sektor migas semakin mengecil,” papar Moshe. Nanang memastikan, SKK Migas akan menjaga agar program peningkatan produksi lapangan Banyu Urip melalui Drilling Campaign bisa sesuai target. Strategi lainnya, SKK Migas juga bakal mendorong agar proyek-proyek yang mundur dapat segera diselesaikan dan mencapai kapasitas penuh, juga mengawal program rutin pemboran pengembangan dan infill, workover, menjaga well services tetap progressive, dan menjaga keandalan fasilitas produksi dari unplanned shut down. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .