Awas administered prices bisa pacu inflasi 2017



KUTA. Bank Indonesia (BI) mengingatkan pemerintah agar menjaga laju inflasi di tahun depan; khususnya inflasi yang bersumber dari harga yang diatur pemerintah atau administered prices.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Juda Agung mengatakan, tahun ini administered prices Januari hingga November masih mencatatkan deflasi sebesar 0,76%. Namun tahun depan, administered prices justru berpotensi menjadi penyebab utama laju inflasi.

Jika pemerintah tak mengelola inflasi administered price, laju inflasi bisa lebih dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. "Ada risiko ke angka 4%," ujar Juda dalam acara diskusi media bertema Mengoptimalkan Potensi Memperkuat Resiliensi, Sabtu (3/12).


Salah satu komponen administered price adalah harga bahan bakar minyak (BBM) yang diprediksi akan mengalami kenaikan. Pasalnya, belakangan, harga minyak dunia cenderung meningkat seiring dengan pemangkasan produksi minyak mentah dunia.

Meski demikian, menurut Juda, asumsi harga minyak dalam APBN 2017 yang dipatok sebesar US$ 45 per barel masih cukup konservatif, atau bukan yang paling rendah.

Alasan kedua administered prices bisa memicu inflasi adalah kemungkinan kenaikan tarif listrik. Ini terkait dengan rencana pemerintah mencabut subsidi listrik untuk pelanggan 900 volt ampere (VA) dan 450 VA.

Juda menyarankan, rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan penyesuaian harga-harga yang diatur pemerintah, dikelola hingga tahun depan. "Pencabutan subsidi 450 VA kalau bisa diterapkan 2018," ujar dia. Tujuannya agar tidak semuanya menumpuk di tahun 2017.

Ia mengatakan, jika laju inflasi tahun depan meningkat lebih tinggi, daya beli masyarakat akan terdampak di tengah kondisi ekonomi yang mengalami perbaikan.

Sementara untuk tahun ini sendiri, BI memperkirakan inflasi akhir di batas bawah dari targetnya, antara 3%-3,2%.  Dengan catatan, harga kebutuhan pokok tetap terjaga di bulan Desember ini.

Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai, inflasi tahun ini masih rendah. Namun dengan terpilihnya Donal Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS), kecenderungan harga minyak akan meningkat. Secara historis, jika presiden AS yang terpilih berasal dari partai Republik, harga minyak selalu tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto