Awas ekonomi RI masih melambat



JAKARTA. Perekonomian nasional pada tahun ini diperkirakan akan sulit tumbuh kencang akibat kondisi global yang masih penuh ketidakpastian. Apalagi, Indonesia dinilai kekurangan energi sehingga tren ekonomi melemah secara jangka pendek.

Ekonom Faisal Basri mengatakan, pemerintah memang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia naik, tapi itu bila dilihat secara tahunan. Sementara bila dilihat per kuartal trennya menurun. Hal ini terjadi karena perlambatan pada sektor penghasil barang, pertanian, mining, dan manufaktur.

“Jadi jangka pendek, kita sedang mengalami perlambatan. Sektor-sektor tersebut melambat, yang merupakan hajat hidup orang banyak. Jangan memaksa untuk ngebut, nanti komplikasi.” kata Faisal di Jakarta, Selasa (7/3).

Ia mengatakan, bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia adalah yang paling lambat. “Setelah kemerdekaan. Korea cepat sekali dibanding Indonesia. China juga. Indonesia dua tahun terakhir memiliki level pendapatan per kapita yang paling rendah, jadi tidak bisa dipaksa, di tengah jalan niscaya banyak masalah,” ujarnya.

Ia menambahkan, Indonesia saat ini sektor jasanya tergolong besar, yaitu 59%. Namun masalahnya hanya sepertiga rakyat Indonesia berada di sektor tersebut sementara sektor industri turun terus.

“Akibatnya ketimpangan memburuk, kan diumumkan Presiden ketimpangan membaik, mencapai di bawah 0,4-0,5, kita masuk ke zona bagus, tapi itu bukan ketimpangan kekayaan. Jangan silau pemerintah,” ucapnya.

Oleh karena itu, Faisal memprediksi bawa tahun ini tidak akan lebih buruk dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016, namun cenderung susah untuk lebih baik sehingga perkiraannya pertumbuhan ekonomi di tahun ini akan stabil, kecuali pemerintah jor-joran menggenjot investasi asing.

“Kita butuh banyak capital inflow. Investasi yang peranannnya 33% sulit untuk dorong ekonomi supaya bisa lebih dari 5%,” kata Faisal.

Ia mengatakan, investasi Indonesia saat ini kebanyakan dalam bentuk bangunan sehingga tidak ada mesin dan peralatan untuk menopang sektor industri. “Mesinnya cuma 10,8%, bangunannya mall, isinya barang-barang impor, jadi tukang-tukang jahit lokal tidak terpakai,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto