Awas, kredit macet KUR menumpuk



JAKARTA. Setelah pemerintah berencana menghapuskan tunggakan kredit usaha tani (KUT) karena tingginya kredit macet atau non performing loan (NPL), kini kewaspadaan juga perlu ditingkatkan pada layanan kredit usaha rakyat (KUR). Kredit yang merupakan program Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) juga mencatatkan banyak tunggakan.

Muhammad Hasyim, Kepala Bidang Restrukturisasi Pendanaan Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan berdasarkan data per Juli, rasio kredit macet KUR mencapai 3,4% dari outstanding kredit Rp 36,72 triliun dan plafon Rp 82,46 triliun. KUR mengalir ke 6,83 juta debitur. Rasio NPL KUR naik ketimbang sebulan sebelumnya, hanya 3,3%.

Di periode ini, Bank Bukopin mencatat kredit macet tertinggi, di 10,9%, menyusul bank pembangunan daerah (BPD) 5,8% dan Bank Tabungan Negara (BTN) 5,5% (lihat tabel). "Tingginya tunggakan karena mereka belum mampu menangani risiko kredit mikro yang terbilang tinggi," ujar Hasyim, Kamis (30/8).


Risiko kredit mikro misalnya, bangkrutnya usaha para debitur di tengah jalan,sehingga tidak bisa membayar angsuran utang. Karena hal ini pula, Bukopin mengerem pembiayaan KUR.

Tak heran, penyaluran KUR Bukopin semakin merosot. Tahun 2009, Bukopin merealisasikan KUR Rp 669 miliar, tahun 2010 Rp 245 miliar, tahun berikutnya Rp 170 miliar dan per Juli 2012 menjadi Rp 147 miliar. Sayang, manajemen Bukopin enggan menjelaskan masalah ini.

Ada penjaminan

Andri Vendredi Sabardi, Kepala Divisi Usaha Kecil dan Menengah Bank Syariah Mandiri (BSM) menjelaskan, rasio NPL bersih sebesar 1,2%. Sektor agribisnis adalah penyebab tingginya NPL.

Mengatasi hal itu, manajemen BSM mengubah pola kredit melalui pembiayaan kemitraan kepada koperasi atau bank perkreditan rakyat (BPR) dalam menyalurkan KUR. Koperasi dan BPR lebih mengenal perhitungan risiko kredit mikro. "Hasilnya, NPL membaik," katanya.

Menurutnya, NPL KUR bukan masalah besar. Setiap penyaluran KUR sudah mendapat penjaminan, sehingga bisa diklaim bila angsuran kredit itu tidak terselesaikan.

Chairul Djamhari, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, sependapat. Menurutnya, permasalahan di KUR tidak bisa disamakan dengan KUT. Sumber dananya berbeda.

Dana KUT berasal dari pemerintah, kemudian bank menyalurkan ke koperasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lalu diterima masyarakat. Dana KUR dari bank pelaksana, bank berperan sebagai executing atau kredit langsung ke debitur dan channeling atau ke koperasi dan lembaga keuangan. "KUR itu untuk kebutuhan usaha debitur, kalau KUT untuk kebutuhan pupuk," jelasnya.

Apalagi, pemerintah juga memperkuat permodalan bagi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Dua perusahaan itu sebagai penjamin layanan KUR. Semakin kuat modalnya, kemampuan mengatasi kredit macet meningkat. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: