JAKARTA. Industri penjaminan kredit kelihatannya harus lebih berhati-hati dalam menjamin kredit masyarakat di tahun ini. Pasalnya, rasio kredit macet penjaminan menunjukkan tren meningkat. Pada tiga bulan pertama ini saja, Non Performing Loan (NPL) industri penjaminan berada di kisaran 2%. Padahal, NPL periode yang sama tahun lalu masih terjaga di bawah 2%. "Tren NPL saat ini terlihat naik. NPL penjaminan kredit dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berkontribusi hingga 4%. Sementara, penjaminan kredit non-KUR masih terjaga pada level 1,4%. Hal ini dikarenakan, penjaminan KUR itu sifatnya wajib, kami tidak bisa memilih. Kalau non KUR kan kami bisa lebih selektif," ujar Bakti Prasetyo, Wakil Ketua I Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia, Selasa (12/5).
KUR merupakan program dari pemerintah. Industri penjaminan sendiri mengambil peran cukup besar dalam menjamin kredit khusus pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tersebut. Yaitu, hampir 50% dari total KUR yang digelontorkan pemerintah. Tetapi, dalam perjalanannya, KUR malah menjadi penyumbang terbesar kredit macet pada UMKM perbankan. Kebanyakan permasalahannya lantaran tunggakan cicilan akibat bunga yang tinggi. Hal ini kemudian berimbas pada bisnis penjaminan kredit. Harap maklum, tidak kurang dari 30% kredit yang dijamin industri penjaminan berasal dari KUR. "Itu artinya, kalau program KUR terhenti ekspansinya tahun ini, NPL penjaminan berpotensi naik lebih tinggi lagi. Karena, outstanding yang ada saat ini, yaitu Rp 46 triliun, dibagi dengan kredit-kredit berkualitas jelek tentu angkanya menjadi besar," imbuh Bakti.