Awas, NPL valas bank besar melonjak



JAKARTA. Fluktuasi nilai tukar rupiah memicu rasa was-was para bankir. Pasalnya, kredit bermasalah dalam denominasi valuta asing (valas) di sejumlah bank besar sudah meningkat.

Berdasarkan catatan KONTAN, rata-rata rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kredit valas 10 bank besar sudah 4,11%. Angka ini hampir mendekati batas maksimal NPL yang dipatok regulator, yaitu 5%.

NPL valas 10 bank besar meningkat 86,97 basis poin (bps) secara tahunan (year on year/yoy). Empat bank, yakni Maybank Indonesia, Bank Panin, CIMB Niaga dan Bank Danamon menjadi bank yang mencetak NPL valas tertinggi yang melampaui batas atas 5%.


NPL Maybank Indonesia bertengger di level 13,97% atau naik 44,57 bps secara yoy. Sementara NPL valas Bank Panin melonjak 230 bps ke level 10,12%.

Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke otoritas bursa, sektor komoditas masih memberatkan NPL valas perbankan.

Glen Glenardi, Direktur Utama Bukopin, mengatakan, sebagian besar NPL disebabkan sektor pertambangan. Setali tiga uang, penyumbang NPL valas Bank Danamon yakni kredit dari sektor pertambangan dan penggalian.

Sedangkan penyebab NPL valas Maybank bersumber dari kredit pertambangan, listrik, gas air, pertanian perhutanan, serta angkutan gudang dan komunikasi.

Selektif

Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, kenaikan NPL valas disebabkan debitur industri tekstil. Bank Mandiri akan selektif memberikan kredit valas.

"Kami memilih kelapa sawit dan pertambangan mineral, seperti emas dan tembaga," ujar Tiko sapaan Kartika, Minggu (13/11).

Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Risk Manajemen Bank Mandiri, mengatakan, kredit valas berkontribusi sebesar Rp 77,7 triliun atau 13,9% dari total kredit Bank Mandiri. Rasio terbesar NPL valas disumbang debitur PT Apac Inti Corpora sebesar Rp 972,8 miliar.

Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dody Arifianto memprediksi, kurs rupiah berpotensi fluktuatif seiring dengan tingginya ketidakpastian kondisi luar negeri, terutama setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).

“Dollar masih berpotensi menguat ke depannya, apalagi dengan rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuan,” ujar Dody.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie