Awas Penjual Minyak Goreng di Atas Harga Eceran Tertinggi Bisa Kena Hukum



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan akan menggandeng penegak hukum untuk menindak tegas penjual minyak goreng yang menjual di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Langkah Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ini dianggap sangat pas dan membela kepentingan publik secara luas. 

Pelibatan Polri menurut Lutfi demi memastikan HET benar-benar diberlakukan di pasaran. Ia menyebut segera menuju Mabes Polri untuk membahas hal ini, saat mengunjungi pasar. "Baik di ritel modern atau pun pasar tradisional" ujar dia saat mengunjungi Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/3). 

Saat ini, Mendag berharap, seharusnya harga minyak goreng sudah sesuai HET karena stok di dalam negeri dalam kondisi melimpah dari kebijakan domestic market obligation (DMO). "Barang minyak DMO itu melimpah cukup untuk lebih dari satu satu bulan, jadi kalau ditanya kapan stabil? Mestinya sudah berlangsung, dan harga sudah turun," terang Lutfi. 


Baca Juga: Harga CPO Masih Bergerak di Sekitar Level Tertinggi

"Sebab jika melihat harga jual rata-rata nasional sudah turun di Rp 16.000 lebih tinggi Rp 2.000 dari Harga HET Rp 14.000," kata Lutfi seperti dikutip dari rilis. 

Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi berpendapat, kalau ada yang bilang penimbun adalah warga itu tidak benar tapi kalau yang menimbun minyak goreng adalah spekulan-spekulan bisa jadi benar. Maka spekulan tersebut akan ditindak secara hukum. 

Karena itu Achmad pun setuju karena menimbulkan keresahan dan menimbulkan instabilitas pangan di Indonesia. Menurut Achmad, ketegasan pemerintah memang diperlukan. Politisi PPP ini menyebut, jika  yang disasar adalah para spekulan dan para tengkulak ia setuju dan mendukung. 

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadianto mengatakan, langkah menggandeng penegak hukum adalah langkah yang tepat.  "Kalau saya melihatnya sudah tepat. Karena persoalannya selama ini ada tiga yang menyebabkan harga minyak goreng bermasalah," ujar dia. 

Menurut Trubus, political will pemerintah sangat lemahsehingga mudah sekali dipermainkan sistem. "Bahasanya tengkulak atau calo yang cari keuntungan," tutur dia. 

Trubus melanjutkan, kelemahan kedua adalah soal tata kelola. Ketiga, lemahnya dalam hal penegakan hukum. 

Baca Juga: Minyak Goreng Murah Masih Memicu Masalah

"Ketika pelaku diproses, ini akan membuat public trust atau kepercayaan publik akan tumbuh. Karena kalau tidak, kejadian ini akan terus menerus," jelas Trubus. Penegakan hukum pun harus dilakukan konsisten dan berkesinambungan. Ia juga berharap, penegakan hukum yang tegas dan tidak setengah-setengah. 

Hal senada diungkapkan Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet. Menurut dia, langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggandeng polisi untuk menindak penjual minyak goreng mahal, dianggap tepat. 

Yusuf berpendapat, polisi diperlukan untuk mengawasi proses yang panjang dari produsen, hilir, sampai konsumen. "Polisi ini adalah salah satu instrumen," kata Yusuf, Rabu (9/3) 

Tindakan Mendag Lutfi menggandeng polisi untuk mencegah terjadinya penimbunan yang kemudian diikuti dengan naiknya harga minyak goreng di pasaran sangat tepat dilakukan. Terutama di momentum menjelang Ramadan. "Permintaan tinggi, otomatis harga naik,apalagi jelang Ramadan," ucap Yusuf. 

Meski demikian, Yusuf menekankan, menggunakan aparat kepolisian hanya salah satu instrumen saja. Perlu juga langkah lain untuk menstabilkan harga minyak goreng atau mencegah kelangkaan di pasaran. 

Menurut Yusuf, sejauh ini ada jenjang antara sinyal dari pemerintah saat mengeluarkan kebijakan namun tidak ditangkap oleh masyarakat. Sehingga terjadilah panic buying yang kemudian berakibat pada naiknya harga minyak goreng. "Padahal pemerintah sudah keluarkan kebijakan subsidi, atau DMO kebijakan harga dalam negeri," tutur Yusuf. 

Baca Juga: Ini Biang Kerok Mengapa Minyak Goreng Langka di Pasaran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana