Awas, pinjaman online ilegal marak, ini modus yang sering terjadi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pandemi virus corona, perusahaan teknologi finansial / fintech ilegal semakin gencar menawarkan pinjaman online / pinjol. Pinjaman online ini semakin meresahkan masyarakat karena melakukan penagihan pinjaman dengan teror.

Satgas Waspada Investasi (SWI) 105 fintech ilegal dan 99 entitas yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fintecah ilegal itu menawarkan pinjaman online / pinjol ke masyarakat yang kini sedang terhimpit perekonomiannya akibat pandemi virus corona.

SWI melihat rata-rata pinjaman yang dilakukan masyarakat terhadap fintech ilegal berkisar Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Karena pinjaman yang relatif kecil, masyarakat cenderung mengulanginya sehingga saat mendapatkan tagihan, masyarakat mencari pinjaman lain guna menutupi hutangnya.


Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, keberadaan fintech ilegal tak bisa di hilangkan karena pelaku memiliki lebih dari satu akun. Ia bilang, saat telah di blokir, pelaku dapat dengan mudah membuat akun baru, dengan menggunakan nama yang berbeda. Oleh karenanya, pihaknya terus mengedukasi masyarakat agar informasi terhadap fintech ilegal dapat bertambah.

"Setiap bulan kami melakukan rapat strategis dengan pihak terkait seperti Kominfo dan juga Bareskrim. Sebab, sampai saat ini fintech ilegal masih marak dan tak sedikit dari masyarakat yang telah menjadi korban pinjaman online  / pinjol. Hal itu terbukti dengan aduan yang masuk kepada kami. Oleh karenanya, sebelum mengajukan pinjaman online kami menghimbau kepada masyarakat untuk cross and check daftar fintech yang telah berizin OJK,” kata Tongam dalam virtual conference (3/7).

Modus yang biasa dilakukan fintech ilegal ialah memberikan pinjaman online penawaran menggiurkan, namun pelaku meminta data pribadi masyarakat. “Modus fintech ilegal masih sama seperti sebelumnya, yakni menawarkan keuntungan besar. Misal iming-iming bunga 2% tanpa syarat dan risiko. Atau, untuk meyakinkan masyarakat, fintech ilegal melakukan penawaran layaknya Bank. Mereka berusaha untuk meyakinkan kalau mereka dari Bank tertentu. Sehingga, kalau masyarakat tidak melakukan pengecekan di OJK, tentu akan terkecoh,” katanya.

Kendati begitu, Tongam mengatakan pihaknya tidak dapat memperoleh data perputaran uang fintech ilegal. Sebab, keberadaannya layanan pinjaman online / pinjol ilegal tidak diketahui bahkan pengurusnya pun tidak jelas. Oleh sebabnya, pihaknya sulit mendapatkan laporan keuangan fintech ilegal karena statusnya yang tidak terdaftar.

“Disini yang dirugikan tak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah. Oleh karenanya, jika masyarakat telah terlanjur melakukan pinjaman, maka segera dilunasi. Kami menyarankan untuk melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam penyelesaiannya. Namun, jika masyarakat mendapatkan teror, kami menyarankan untuk melapor kepada pihak berwajib agar dapat di tindaklanjuti. Sekadar informasi, korban yang telah di urus di Pengadilan, tidak bisa mendapatkan pengembalian dana 100%, karena uangnya telah disalurkan untuk kegiatan yang tidak produktif,” tutup Tongam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto