JAKARTA. Ada anomali di pasar saham Indonesia. Ketika mayoritas bursa saham global terkoreksi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menanjak. Kemarin (29/9), IHSG ditutup menguat 1,41% menjadi 4.178,41. Jika dicermati, jejak IHSG memang agak unik sejak awal dibuka hingga penutupan perdagangan kemarin. Pada pukul 09:04 WIB, beberapa saat setelah pasar dibuka, indeks saham langsung anjlok 2,11% ke 4.033,59. Penurunan IHSG bertahan hingga sesi pertama perdagangan ditutup. Barulah di sesi kedua, IHSG merangkak naik. Pukul 13:59 WIB, indeks saham menguat tipis 0,04% ke posisi 4.122,02. IHSG mendadak meroket menjelang tutup pasar dan naik 1,41% menjadi 4.178,41.
Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menilai, kenaikan IHSG kemarin hanya
technical rebound, setelah anjlok 5,93% dalam lima hari terakhir. Lantaran suasana pasar modal masih hanyut dalam ketidakpastian, kenaikan IHSG kemarin bukan awal dari tren penguatan. "Saat ini IHSG belum mencapai
bottom," ungkap Teguh, tanpa menyebutkan di level berapa
bottom IHSG kali ini. Dia juga mencermati saham penggerak IHSG kemarin. Misalnya, indeks saham hanya ditopang sebagian kecil saham papan atas, seperti UNVR, ICBP dan GGRM. Harga UNVR kemarin melonjak 5,26%. Adapun sebagian saham bluechips, semisal BBRI, tampil biasa-biasa saja. Harga saham bank pelat merah ini kemarin hanya naik 0,60%. Sedangkan broker yang aktif mengakumulasi beli saham di Bursa Efek Indonesia kemarin kebanyakan broker lokal, antara lain Danareksa Sekuritas, Onix Sekuritas, Millenium Danatama Sekuritas dan Yuanta Securities. Di saat hampir bersamaan, pemerintah memang mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid II. Apakah IHSG sengaja didongkrak agar seolah-olah pasar merespons positif kebijakan pemerintah? Meski terasa, "Dugaan itu sulit dibuktikan" tutur Teguh. Yang pasti, fakta di lapangan menunjukkan, pengumuman paket kebijakan ekonomi jilid II bertepatan dengan kenaikan IHSG. Reza Priyambada, Kepala Riset NH Korindo Securities, menilai, di awal pembukaan perdagangan, pasar merespons negatif kondisi bursa saham Asia terutama Tiongkok yang terus melemah. Ditambah sebelumnya, pasar saham Amerika dan Eropa menurun.
Namun memasuki sesi kedua, menurut Reza, pasar melakukan aksi spekulasi beli menjelang pengumuman Paket Ekonomi Jilid 2. Berita positif ini muncul di tengah sentimen negatif yang mendera bursa. "Market haus berita positif, begitu muncul berita yang dirasa positif, maka itu yang menjadi trigger bagi market," jelas Reza. Muhammad Wafi, Analis Bahana Securities, menilai pasar juga bisa merespons negatif jika kebijakan itu tak tepat. "Kalau ternyata hasilnya masih sama seperti paket kebijakan September jilid I, atau cenderung biasa saja, mungkin IHSG bisa terkoreksi lagi," ujar Wafi. Sejumlah pelaku pasar masih memprediksikan IHSG bisa menembus ke bawah 4.000. Pesimisme itu bersumber pada satu hal: rupiah yang terus terkapar menuju Rp 15.000 per dollar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie