KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat 10 Desember 2021 rawan terkoreksi. Aksi profit taking dan sejumlah sentimen negatif diprediksi melemahkan IHSG hari ini. Aksi profit taking rawan terjadi karena IHSG pada pekan ini terus bergerak naik. Sejak Senin 6 Desember 2021, IHSG terus mendaki setelah melemah pada Jumat (3/12/2021) di level 6.553,84. Pada perdagangan Kamis 9 Desember 2021, IHSG ditutup di level 6.643,93 naik 40,13 poin atau 0,61% dari perdagangan sehari sebelumnya.
Prediksi pelemahan IHSG hari ini juga bisa karena sentimen negatif dari bursa Amerika Serikat. Kontan.co.id mencatat, Wall Street melemah pada Kamis (9/12) akibat profit taking setelah pasar saham AS menguat dalam tiga hari berturut-turut sebelumnya. Kamis (9/12), Dow Jones Industrial Average turun tipis 0,06 poin menjadi 35.754,69. Indeks S&P 500 melemah 33,76 poin atau 0,72% menjadi 4.667,45. Nasdaq Composite terjun 269,62 poin atau 1,71% menjadi 15.517,37.
Baca Juga: Prediksi IHSG Jumat (10/12) naik lagi, simak pilihan saham rekomendasi analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia prediksi pergerakan IHSG di bulan Desember 2021 cenderung terbatas. Ini tidak terlepas dari ketidakpastian pemulihan ekonomi pasca penyebaran varian omicron. Secara teknikal, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 6.394 hingga 6.687. Asal tahu saja, setelah sempat mencapai level tertingginya di 6.754 pada perdagangan bulan lalu, IHSG akhirnya melemah 0,9% sepanjang November 2021. Penurunan ini juga tertekan perkembangan Covid-19 varian omicron yang mulai menyebar di berbagai negara sejak akhir bulan lalu. Di sisi lain, rencana Federal Reserve untuk mempercepat penyelesaian tapering dan proyeksi penaikan Fed Rate (suku bunga Federal Reserve) juga menjadi katalis negatif bagi IHSG. Kendati diwarnai sentimen negatif, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina mengatakan,
window dressing di akhir tahun menjadi alasannya tetap merekomendasikan saham-saham kapitalisasi besar di sektor perbankan, industri, dan infrastruktur. "Saham-saham pilihan kami untuk bulan Desember ini, antara lain, BBCA, BBRI, BMRI, BBNI. ASII, UNTR, TLKM, EXCL, dan ISAT. Pilihan tersebut mengombinasikan saham-saham yang defensif seperti sektor telekomunikasi dan sektor yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti perbankan dan industri,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (9/12).
Baca Juga: IHSG naik 0,12% ke 6.611 hingga Kamis (9/12) siang, net sell asing Rp 21,92 miliar Sentimen positif lain yang berpengaruh adalah data-data fundamental makroekonomi domestik masih tetap kuat. Bahkan, lembaga pemeringkat global Fitch Ratings kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil. Membaiknya permintaan domestik meyebankan tingkat inflasi Indonesia berada pada posisi relatif stabil dan terkendali. Realisasi inflasi dan inflasi inti per November 2021 menjadi 1,75% dan 1,44% secara tahunan (yoy) atau naik dari 1,66% dan 1,33% yoy pada Oktober 2021 lalu. Adapun Indeks Keyakinan Konsumen per November 2021 juga semakin berada di level optimistis pada angka 118,5. “Angka tersebut merefleksikan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi dan penghasilan masyarakat secara signifikan,” ujar Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) melaporkan, cadangan devisa Indonesia per November 2021 mencapai US$ 145,9 miliar, naik US$ 40 miliar dibandingkan cadangan devisa bulan Oktober lalu. Kenaikan cadangan devisa ini menjadi landasan kuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, serta mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Seiring meningkatnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama dan kenaikan harga komoditas dunia, pada kuartal III 2021 Indonesia juga berhasil mencatatkan surplus neraca pembayaran sebesar US$ 10,69 miliar. Sebelumnya pada kuartal II 2021, Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 450 juta. Kinerja PMI Manufaktur Indonesia juga masih ekspansif per November 2021, pada angka 53,9, meski turun dari angka sebelumnya 57,2. Angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan kinerja PMI Manufaktur negara-negara anggota ASEAN lainnya. Ini menandakan aktivitas perekonomian domestik masih berjalan dengan baik seiring dengan pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Secara umum, pemulihan ekonomi Indonesia diproyeksikan semakin progresif menyongsong era normalisasi perekonomian global pada 2022. Kementerian Keuangan memproyeksikan outlook pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 akan berkisar pada 3,5% - 4,0%. Sementara itu, pemerintah, Bank Indonesia, dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 sebesar 5,2%.
Walau data-data ekonomi mencetak angka positif, penurunan harga komoditas dunia seperti minyak, gas, maupun batubara patut dicemati. Adapun penurunan ini terjadi seiring komitmen kuat dari Amerika Serikat, Rusia, maupun China untuk meningkatkan pasokan. Sentimen lain yang perlu diwaspadai adalah dinamika perkembangan varian baru COVID-19, Omicron, yang dikategorikan WHO sebagai variant of concern (VoC), sikap hawkish The Fed terkait kebijakan tapering, disrupsi rantai pasokan yang berpotensi memengaruhi kenaikan inflasi global, serta dinamika kebijakan pagu utang Amerika Serikat. Hal tersebut mengingat posisi Volatility Index (VIX) sudah berada di atas level 30.
Baca Juga: IHSG menguat 0,61% ke 6.643 di perdagangan Kamis (9/12), asing beli RMBA, BMRI, ASII Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto