Awasi mutu, China perketat pengawasan pangan



BEIJING. Pemerintah China sedang mengembangkan sistem percontohan yang bisa melacak pergerakan daging dan sayuran dari hulu sampai hilir. Upaya ini dilakukan agar tidak adanya penyelewengan produk yang dijual oleh pemasok.

Dengan sistem tersebut, pemerintah kota bisa memantau kondisi rumah potong hewan dan juga kondisi panen pertanian hingga sampai ke pasar atau supermarket. Sistem ini memungkinkan pemerintah China mengetahui siapa saja pemasok sumber makanan yang tidak memiliki izin.  

Sistem ini telah dibentuk di 20 kota dan saat ini bergulir di 15 kota lain lain termasuk Beijing. “Program ini harus terealisasi di 50 kota pada akhir tahun ini,“ kata Li Zhenzhong, wakil kepala Departemen pengawasan Perdagangan yang dikutip dari situs Bloomberg.


"Mereka (pemerintah) mencoba mengatasi fakta tentang adanya rumah potong hewan dan pengecer yang mendistribusikan produk ilegal atau," kata Xavier Bodenes, Direktur Keamanan Pangan dari Carrefour di China.

Bodenes bilang, China ingin memastikan, daging yang di potong di rumah potong hewan benar-benar terdistribusi ke pasar atau supermarket tanpa ada penyusupan daging-daging dari sumber lainnya.  "Mereka ingin memastikan bahwa 100 ton daging yang meninggalkan rumah potong hewan sama dengan 100 ton yang ada di pasar atau distribusi akhir," jelas Bodenes.

Perlu diketahui, China seringkali ditemukan adanya skandal makanan, diantaranya adalah penjualan daging tikus yang diklaim sebagai daging domba. Selain itu, China juga menemukan adanya racun pada beras yang didistribusikan di pasar.

Skandal yang terjadi pada bisnis makanan di China itu memicu ketidakpercayaan pasar terhadap produk domestik. Kondisi itu membuat Perdana Menteri China, Li Keqiang berjanji membuat aturan ketat tentang pengawasan kualitas produk di pasar.

Selain itu, pemerintah China berulang mendesak pemeriksaan lebih ketat untuk fasilitas pengolahan makanan, dan akan menjatuhkan hukuman berat bagi mereka yang bersalah. Sistem percontohan yang dibangun itu memakai barcode yang memungkinkan produk bisa di identifikasi dengan frekuensi radio (RFID) yang bisa diakses oleh pusat pengendalian.

Editor: Asnil Amri