Ayo, cermati tawaran pembiayaan kepemilikan emas



JAKARTA. Kilau emas selalu menyilaukan. Meskipun, harga logam mulia ini terkadang benderang atau tiba-tiba meredup, keberadaannya selalu dicari. Harga emas, sudah mencatatkan reli selama 11 tahun berturut-turut. Harga rekor tertinggi emas tercipta pada September 2011 di level US$ 1.923,70 per troy ounce. Kini, harga emas sudah jauh melandai (lihat grafik).

Sumber: Bloomberg


Peluang inilah yang ditangkap oleh industri perbankan syariah untuk memulai divisi bisnis baru yakni pembiayaan kepemilikan emas (PKE). Di sini, transaksi antara nasabah dan bank syariah menggunakan akad murabahah. Dengan akad tersebut, nasabah bisa memiliki emas dengan cara mencicil. Beberapa bank pun sudah mengajukan usul sekaligus izin ke Bank Indonesia (BI).

Gayung bersambut, otoritas perbankan akhirnya menuruti keinginan bank syariah untuk mendiversifikasi produknya. Tentu saja, BI tak mau jor-joran membuka keran izin ini. Ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi oleh perbankan.

Melalui surat edaran (SE) yang diterbitkan, BI memaparkan peraturan Nomor 14/16/DPbS perihal produk pembiayaan emas. PKE tersebut berlaku bagi bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Objek PKE yang dimaksud adalah emas batangan ataupun perhiasan. Ada beberapa pokok yang ditekankan BI dalam aturan yang resmi meluncur pada 31 Mei 2012 ini.

  • Pertama, baik bank syariah maupun unit usaha syariah (UUS) wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara memadai.
  • Kedua, agunan PKE adalah emas yang dibiayai bank syariah atau UUS yang diikat secara gadai, disimpan secara fisik di bank syariah atau UUS, dan tidak dapat ditukar dengan agunan lain.
  • Ketiga, bank syariah atau UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan atas emas yang digunakan sebagai agunan PKE.
  • Keempat, jumlah PKE per nasabah maksimal Rp 150 juta. Nasabah dimungkinkan memperoleh PKE dan qardh beragun emas secara bersamaan dengan jumlah saldo secara keseluruhan maksimal Rp 250 juta dan jumlah saldo untuk PKE maksimal Rp 150 juta.
  • Kelima, uang muka PKE minimal 20% untuk emas batangan, sedangkan untuk emas perhiasan minimal 30%.
  • Keenam, jangka waktu PKE dibatasi 2tahun hingga 5 tahun. Pembayarannya dilakukan secara angsuran dalam jumlah yang sama setiap bulan.
Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI, Edy Setiadi mengungkapkan aturan tersebut bertujuan memberi acuan bagi perbankan syariah agar meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan produk PKE.

"Aturan ini meski di satu sisi untuk membeli emas, bukan itu sasarannya. Layanan ini bisa digunakan usaha mikro dan kecil sebagai sarana untuk menabung sehingga sewaktu-waktu ada keperluan mendadak bisa dipakai untuk berjaga-jaga," ungkap Edy, Jumat (1/6).

Satu bank luncurkan PKE bulan ini

Terbitnya pedoman di atas tentu saja melegakan perbankan yang sudah lama memiliki gagasan bisnis ini. Salah satu bank yang bisa dipastikan membuka layanan PKE adalah Bank Syariah Bukopin (BSB) karena sudah mengantongi restu dari bank sentral. Direktur Utama BSB, Riyanto berharap, Juni ini layanan PKE sudah meluncur karena izin tersebut juga diajukan sejak 2011 lalu.

BSB mengklaim sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur dan standard operating procedure (SOP) untuk menyesuaikan aturan main BI.

Namun, ketika KONTAN menyambangi kantor cabang BSB, karyawan bank menyatakan layanan itu belum tersedia. "Kami sudah diberi tahu oleh kantor pusat, sistem sedang dipersiapkan, kemungkinan akhir Juni baru meluncur," jelasnya, Senin (18/6).

Tak hanya BSB saja yang tertarik, bank lain yang mengaku tertarik adalah Bank DKI Syariah. Vice President Group Head Bank DKI Syariah, Haryanto mengatakan, dengan terbitnya aturan ini pihaknya berharap BI dapat memberikan izin pembentukan pembiayaan kepemilikan emas di Bank DKI Syariah. "Kami menargetkan semester II ini sudah mengantongi izin," katanya.

Manajemen Bank DKI Syariah terus bersiap diri. Antara lain menetapkan prosedur tertulis untuk mitigasi risiko, pengadaan infrastruktur dan SDM seperti penaksir harga emas dan penawaran produk pada setiap cabang.

Haryanto menilai, pembatasan pembiayaan emas maksimal 20% dari total pembiayaan yang disalurkan bank, menciptakan peluang bagi bank syariah. Selain itu, bank perlu menawarkan produk ini untuk melengkapi pelayanan kepada nasabah.

Perlu diketahui, lamanya aturan BI ini sempat mengurungkan niat Permata Syariah membuka layanan PKE. Namun, saat ini manajemen berencana kembali mengajukan proposal ke BI pada pertengahan 2012.

Kepala Unit Syariah Bank Permata, Achmad K. Permana mengaku antusias dan tertarik terjun ke bisnis ini karena potensinya menjanjikan. Pemainnya pun belum banyak. "Market besar kompetisinya kecil," katanya.

Satu bank mundur

Berbeda dengan tiga bank di atas. Kejelasan BI justru tak menjadi pertimbangan utama bagi bank ini untuk berekspansi. Bank OCBC NISP Syariah malah mengurungkan niatnya merilis PKE.

Head of Syariah Business Bank OCBC NISP Syariah, Koko T. Rachmadi menjelaskan, mundurnya niat itu lantaran bank ingin menggenjot pembiayaan sektor lain. Anak usaha PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) ini memilih fokus ke pembiayaan rumah (KPR) dengan target pertumbuhan antara 50%-70%.

Memang, perkara membuka layanan ini bukan hal yang mudah. Banyak pertimbangan yang harus diambil. Jikapun mengantongi izin, bank wajib mengikuti lampu BI.

Di antaranya, "Bank Syariah atau UUS wajib melaporkan realisasi pengeluaran produk PKE paling lama 10 hari setelah dikeluarkannya produk PKE tersebut," demikian tertuang dalam SE yang ditandatangani Deputi Gubernur BI Halim Alamasyah tersebut.

Tata cara, persyaratan, dan dokumen terkait permohonan persetujuan produk PKE mengacu pada ketentuan BI yang mengatur mengenai produk Bank Syariah dan UUS. BI mewajibkan Bank Syariah dan UUS menjelaskan secara lisan dan tertulis karakteristik produk PKE.

Mulai dari persyaratan calon nasabah, biaya yang akan dikenakan, besarnya uang muka yang harus dibayar nasabah, tata cara pelunasan dipercepat, tata cara penyelesaian apabila terjadi tunggakan angsuran atau nasabah tidak mampu membayar, sampai hak dan kewajiban nasabah bila terjadi eksekusi agunan emas.

Bank Syariah dan UUS yang menjalankan produk PKE sebelum memperoleh izin dari BI dikenakan sanksi teguran tertulis dan denda uang. Bagi Bank Umum Syariah dan UUS, denda yang dikenakan maksimal Rp 35 juta sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maksimal Rp 5 juta.

Adapun bagi Bank Syariah atau UUS yang menjalankan produk PKE tidak sesuai ketentuan akan dihentikan produk PKE-nya.

Ketahui profil diri saat mengajukan utang

Selain harus mengetahui peraturan yang diterapkan di perbankan, nasabah yang berniat memiliki emas dengan cara mencicil juga harus mengetahui risiko profil masing-masing.

Mohammad B. Teguh, Islamic finance specialist, QM Financial memberikan beberapa tips, bagi yang ingin berinvestasi di logam mulia melalui PKE.

Pertama, Ketahui dulu berapa margin yang diterima bank. Jika margin tersebut mencapai 15% per tahun atau 1,25% per bulan, hal itu terlalu berisiko bagi nasabah.

“Satu-satunya yang bisa meringankan nasabah adalah ketika harga emas sedang murah,” ujar Teguh. Apa ukuran murah dan tidaknya emas saat ini? Teguh memakai acuan harga di PT Logam Mulia. Jika harga emas saat ini sudah di atas Rp 500 ribu per gram, maka emas tersebut terbilang mahal.

Kedua, Nasabah jangan terlalu ambisius dalam mengajukan cicilan. Patokannya, cicilan bulanan untuk PKE ini tidak lebih dari 35% dari penghasilan nasabah. “Nominalnya memang harus disesuaikan dengan aset masing-masing nasabah,” jelasnya.

Sebagai perencana keuangan yang juga mengamati bisnis bank syariah, ia meminta, hendaknya bank syariah tak mengambil margin terlalu tinggi di bisnis ini. “Risiko bagi bank terbilang kecil karena emas fisik ditahan sebagai agunan,” papar Teguh.

Satu-satunya cara paling aman dalam berinvestasi memang berasal dari dana yang disisihkan tiap bulan. Bukan dibiayai pihak lain. Tapi, hal itu memang tergantung sifat masing-masing nasabah. Apakah Anda termasuk pengambil risiko atau risk taker? Atau justru konservatif? Ujung-ujunganya, nasabahlah yang berhak mengambil keputusan investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: