KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) merespons rencana pemerintah untuk meningkatkan biodiesel 50 (B50) di tahun 2026. Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengingatkan bahwa realisasi B50 akan mengorbankan banyak hal, mengingat kondisi sawit tanah air mengalami stagnasi produksi. "Dengan B50 melihat kondisi yang stagnan ini maka (ekspor) akan turun 6 juta ton," kata Eddy dalam konferensi pers di Kantornya, Selasa (23/10).
Dengan turunnya ekspor, tambah Eddy, upaya peningkatan produksi juga akan semakin terhambat.
Baca Juga: Menteri ESDM Pastikan Stok CPO Aman untuk Program B40 sampai B60 Eddy mengingatkan bahwa pungutan ekspor yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi sumber pendanaan utama untuk banyak hal, termasuk pemermajaan sawit rakyat (PSR). Di lain sisi, pemerintah saat ini sudah tidak bisa lagi menunda upaya percepatan PSR, mengingat produksi minyak sawit mentah (CPO) hingga Agustus 2024 ini hanya mencapai 36,27 juta ton atau lebih rendah 4,86% (YoY) dari tahun 2023. Di saat bersamaan konsumsi dalam negeri hingga Agustus 2024 terus meningkat mencapai 15,57 juta ton atau naik 1,94% (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Pemerintah Pangkas Tarif Pungutan Ekspor CPO, Subsidi Biodiesel Terancam Eddy juga mengingatkan, berkurangnya ekspor secara langsung turut membuat menghambat realisasi program biodisel. Pasalnya, salah satu sumber pembiayaan untuk program tersebut berasal dari pungutan ekspor yang dihimpun oleh BPDP. "Jadi akhirnya banyak yang dikorbankan, devisa berkurang, ekspor kurang, akan ada masalah untuk pembiayaan biodiesel, dana PSR juga tidak akan mencukupi," tuturnya. Sebelumnya. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menargetkan program biodiesel 50 (B50) dapat mulai diimplementasikan pada tahun 2026. Andi memastikan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia sebagai bahan dasar untuk B50 ini mencukupi.
Baca Juga: Bahlil Mau Tambah Lawan Sawit di Papua, Begini Komentar Gapki Dirinya menjelaskan bahwa saat ini produksi sawit mentah salam negeri mencapai 46 juta ton. Sementara kebutuhan untuk program B50 hanya mencapai 5,3 juta ton. "CPO kita produksinya 46 juta ton, sekarang dalam negeri (kebutuhan) kita pakai 20 juta ton. Kita ekspor 26 juta ton, kalau kita mengambil 5,3 juta ton, berarti nggak ada masalah kan," kata Amrian dalam konferensi pers di gedung Kementerian Pertanian, Selasa (22/10). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli