Babak Baru Produk Olahan Tembakau



KONTAN.CO.ID - Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di tengah polemik isu impor beras pada kuartal awal tahun 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor sektor pertanian pada periode Januari-Februari 2021 mengalami pertumbuhan positif sebesar US$ 0,65 miliar atau 8,81% secara tahunan (yoy). Pertumbuhan ekspor pertanian ini akan membuat produk domestik bruto (PDB) pertanian pada kuartal I-2021 tetap melanjutkan tren pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19.

Pemerintah sendiri optimistis target sektor pertanian tahun 2021 dapat menyumbang PDB sebesar 3,3% sampai 4,27% di tengah pandemi Covid-19 yang tidak kunjung selesai. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDB ini dihasilkan dari tata niaga beberapa komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Salah satu komoditas tanaman perkebunan yang bersumbangsih besar adalah tembakau.

Sejak era kolonial hingga saat ini, tembakau dan hasil olahannya merupakan produk tanaman perkebunan bernilai tinggi karena menjadi sumber devisa, cukai, dan pendapatan petani. Secara kultural, ada empat provinsi yang menjadi sentra budidaya tembakau di Indonesia. Keempatnya adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan provinsi Nusa Tenggara Barat.


Dalam tata niaga perkebunan tembakau rakyat, daun tembakau masih menjadi produk utama yang diperdagangkan. Sedangkan rokok tercatat menjadi produk turunan tembakau terbanyak yang diperdagangkan di Indonesia. Terlepas dari pro-kontra produk tembakau, tiga tahun lalu Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang salah satu isinya mengatur pemanfaatan cukai rokok untuk menutup defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ini merupakan bukti konkret bahwa komoditas tembakau memiliki andil dalam menjaga kestabilan neraca keuangan negara.

Saat pandemi Covid-19, komoditas tembakau bersumbangsih dalam mempercepat penanganan virus korona. Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah 2020 dalam Rangka Penanggulangan Covid 19, dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) bisa digunakan pemerintah daerah menangani Covid 19.

Belajar dari kedua peristiwa di atas, pintu terbuka lebar jika pemerintah ingin memaksimalkan potensi ekonomi komoditas tembakau dan turunannya. Terlebih, Kementerian Perindustrian telah membuat pohon industri tembakau untuk mengklasifikasi produk turunan tembakau di luar produk rokok.

Namun sayangnya, pemanfaatan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) di luar produk rokok hingga saat ini masih dipandang sebelah mata sehingga tidak mendapatkan perhatian dari kementerian terkait. Padahal kondisi dilapangan petani tembakau menghadapi masalah harga tidak kompetitif dan hasil panen tidak habis terjual.

Saat ini tren perdagangan global menunjukkan ada pertumbuhan signifikan permintaan produk HPTL. Jika diseriusi pemanfaatan produksi HPTL akan menjadi babak baru industri tembakau serta membuka pintu ekspor dan membantu penyerapan tembakau petani. Produk HPTL ini meliputi berbagai jenis produk berbahan baku tembakau selain rokok, salah satunya ekstrak dan esens tembakau (EET).

Melihat tren permintaan yang meningkat, penulis dan tim peneliti IPB University bersama Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), melakukan riset potensi ekonomi dan menghitung besarnya jumlah permintaan HPTL. Potensi HPTL yang dianalisis dan dihitung adalah untuk jenis EET berbahan baku dari tanaman tembakau serta bagian sisa tanaman tembakau yang belum termanfaatkan.

Beberapa alternatif

Hemat penulis, menghitung permintaan EET adalah langkah awal sebelum menganalisis potensinya sebagai alternatif sumber pendapatan petani tembakau. Dari penelitian yang dilakukan pada 2020 diketahui beberapa hal.

Pertama, bahan baku EET berbentuk cairan pengisi vape berupa nikotin cair dapat diperoleh dari daun tembakau dan limbah hasil panen tembakau berupa batang tembakau yang saat ini belum termanfaatkan. Namun, kedua bahan baku tersebut memiliki perbedaan yield yang signifikan dalam menghasilkan nikotin cair. Ekstraksi 20 kg daun tembakau dapat menghasilkan 1 liter nikotin cair, sementara untuk hasil yang sama, diperlukan ekstraksi sekitar 500-1.000 kg batang tembakau.

Kedua, berdasarkan data pembelian pita cukai diketahui terdapat peningkatan penerimaan cukai dari produk EET yang menunjukkan peluang pemenuhan bahan baku berupa nikotin cair dari dalam negeri.

Ketiga, dari analisis developmental impact diketahui bahwa EET memiliki dampak ganda (multiplier) terhadap perekonomian Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan pengenaan tarif cukai terhadap EET, selain jadi sumber penerimaan negara, secara makro juga memiliki dampak positif bagi perekonomian melalui peningkatan PDB, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor, tenaga kerja, dan lainnya.

Keempat, produk EET sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Data dua tahun terakhir menunjukkan bahwa dominasi impor pada 2015 perlahan digantikan oleh pertumbuhan ekspor EET dari Indonesia. Selain itu, analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) menginformasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu "rising star" di antara negara penghasil EET lain.

Ini mengindikasikan bahwa produk EET Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dalam perdagangan global. Keunggulan ini sulit ditiru oleh negara lain karena Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif sebagai salah satu eksportir dan penghasil utama tembakau dunia.

Dari hasil penelitian ini kami mengusulkan kepada pemerintah untuk turut terlibat mendukung pengembangan potensi ini melalui berbagai kebijakan. Beberapa saran kebijakan berdasarkan penelitian ini adalah pertama, pemerintah perlu mengidentifikasi dan menentukan peran industri HPTL dalam ekosistem pertembakauan. Kedua, pemerintah dapat memberikan pembinaan kepada para petani terkait pengelolaan limbah hasil panen tembakau sehingga petani dapat memperoleh penghasilan tambahan melalui pemanfaatan limbah tersebut sebagai bahan baku industri EET.

Ketiga, pemerintah dapat mendorong industri EET untuk bermitra dengan para petani dan memanfaatkan tembakau Indonesia untuk bahan baku EET. Pola kemitraan antara kelompok tani dengan perusahaan rokok yang diketahui dari hasil studi kemitraan pertanian tembakau pada 2020 dapat diduplikasi dalam industri EET. Kemitraan menjadi pilar penting perkembangan industri EET karena menjadi win-win solution bagi petani dan industri.

Terakhir, ke depannya pengembangan industri EET tanah air memerlukan sinergi pentahelix yang melibatkan academy-business-government-community-mass media.

Penulis : Prima Gandhi

Dosen PS Manajemen Sekolah Vokasi IPB University

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti