KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Babak belur. Itulah yang kini tengah dialami para pengusaha di pusat belanjaan, baik pengelola maupun penyewa atau
tenant. Pendapatan mereka tergerus tajam akibat dampak virus Corona (Covid-19). Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyatakan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak awal pandemi corona atau Covid-19 berdampak pada hilangnya omzet hingga Rp 200 triliun. Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, hal itu terjadi karena pusat perbelanjaan hanya punya batas kapasitas 50% saja selama pemberlakuan PSBB.
"Kami omzet setahun Rp 400 triliun. Kalau 50% turun jadi sekira Rp 200 triliun, ya kerugiannya di situ, tapi kan biayanya tidak bisa menutup yakni tetap harus membayar pajak dan hak karyawan meski kapasitas mal hanya setengah," ujar Budihardjo dalam konferensi virtual, Senin (28/9). Menurutnya, kewajiban-kewajiban pajak itu bisa memakan biaya operasional hingga 25%. "Kalau untuk porsinya, secara persentase
costing dari sewa maupun biaya lainnya bisa mencapai, selain gaji yang terbesar dan operasional, itu bisa di 20%-25% dari
costing kami," terang Budi. Ia menjelaskan, para pengusaha mal memerlukan pembebasan pajak mulai dari reklame, PBB, dan sebagainya untuk dibebaskan. Budiharjo menegaskan, ketika dibebaskan, para pengusaha akan memfokuskan porsi keuangan perusahaan untuk memulihkan kondisi pegawai dan sebagainya.
Baca Juga: Pengusaha pusat perbelanjaan minta pemerintah bantu gaji karyawan dan bebaskan pajak "Kami ajukan juga untuk bantuan tunai kepada karyawan kami sehingga bisa berkurang kewajiban kepada cost untuk penggajian. Karena itu sangat penting dengan adanya pengurangan kewajiban. Karena untuk bayar gaji karyawan dengan bantuan seperti di Singapura seperti di negara-negara lain di mana sektor ritel dijaga supaya bertahan. Dan kita akan alokasikan tetap untuk bertahan untuk toko membayar
supplier membayar, juga ke pihak mal dan juga kepada pihak pemerintah," jelas Budi.
Selain itu, dia menambahkan, arus kas dari
tenan penyewa di pusat perbelanjaan juga sudah lesu sejak Maret karena adanya PSBB. "Pusat belanja dan
tenan 6 bulan ini berat. Tidak baik dari Maret sampai sekarang, omzet dan kas dari perusahaan minim," ujar Budi. Oleh karena itu, Ia mengharapkan bantuan langsung untuk pekerja di industri ritel yang diperkirakan mencapai tiga juta jiwa. Selama enam bulan bertahan menghadapi tekanan pandemi covid-19, dana talangan untuk menjalankan operasional kian menipis. "Sudah waktunya diberikan langsung bantuan, bukan potongan yang
sweetener, seperti gaji karyawan ditanggung 50%, bantulah kami, waktu sangat penting harus cepat," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie