KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak Covid-19 pada bisnis industri perusahaan pembiayaan telah menekan kinerja perusahaan pembiayaan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mencatat piutang pembiayaan multifinance turun 7,3%
year on year (yoy) menjadi Rp 413,25 triliun hingga Juni 2020. Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan menjelaskan, hingga Mei 2020 aset perusahaan pembiayaan turun 1,42% yoy menjadi Rp 507,11 triliun. Lantaran piutang pembiayaan turun sebesar 6,38% yoy menjadi Rp 420,25 triliun selama lima bulan pertama tahun ini.
Baca Juga: Gara-gara corona, 80% multifinance sempat hentikan penyaluran pembiayaan “Sumber pendanaan perusahaan pembiayaan dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri dan obligasi sebesar Rp 342,87 triliun atau mengalami penurunan 3,93% yoy. Sedangkan aset kelolaan sebesar Rp 667,96 triliun atau turun sebesar 2,15%. Laba pada Mei 2020, sebesar Rp2,66 triliun atau turun sebesar 64,64% yoy,” ujar Bambang melalui video conference, Rabu (12/8). Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (AAPI) Suwandi Wiratno menyatakan dampak Covid-19 membuat perusahaan pembiayaan harus melakukan restrukturisasi. OJK mencatatkan hingga Selasa (11/8), sebanyak 182 perusahaan pembiayaan telah menerima permohonan restrukturisasi sebanyak 4,82 juta kontrak. Adapun total oustandingnya mencapai Rp 150,43 triliun dengan bunga senilai Rp 38,03 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4,18 juta kontrak telah direstrukturisasi dengan total outstanding pokok Rp 124,34 triliun dan bunga sebesar Rp 31,73 triliun. “Dampak kesulitan dalam menagih angsuran dari debitur baik karena dampak Covid-19 maupun larangan pemda kepada perusahaan pembiayaan lainnya. Selain itu, perusahaan pembiayaan harus tetap bayar cicilan utang ke perbankan, namun jumlah restrukturisasi pembiayaan dari nasabah juga besar,” tambah Suwandi. Bahkan ia mengaku pembiayaan baru berkurang akibat turunnya daya beli masyarakat. Di sisi lain, kini likuiditas perusahaan pembiayaan semakin ketat. Hal ini membuat rasio pembiayaan bermasalah atau
non performing financing (NPF) meningkat seiring berkurangnya kemampuan membayar debitur. “BOPO industri pada Mei 2020 naik 12,06% yoy menjadi sebesar 91,35%. Sedangkan
gearing ratio industri pada Mei 2020 sebesar 2,61 atau turun 24,05% yoy. Adapun NPF gross industri naik 1,38% yoy menjadi sebesar 4,11% dan NPF netto industri sebesar 0,81%,” jelas Bambang.
Baca Juga: Meski bisnis tertekan corona, APPI: Multifinance tetap pertahankan karyawan Lebih lanjut Bambang menyatakan juga terjadi tekanan terhadap berbagai rasio keuangan perusahaan pembiayaan. Misalnya
return on asset (ROA) industri pada Mei 2020 turun 2,75% yoy menjadi sebesar 1,98%. Sedangkan
return on equity (ROE) industri pada Mei 2020 sebesar 4,75% atau turun 9,85% YoY. “NPF grossnya memang tinggi saat ini, bahkan lebih tinggi dibandingkan perbankan. Tapi saya yakin, teman-teman perusahaan pembiayaan sudah melakukan pencadangan. Mau tidak mau, karena auditor akan meminta. Bahkan PSAK 71 tetap akan kami jalani sehingga pencadangan meningkat yang akan menggerus profit dari setiap perusahaan pembiayaan,” pungkas Suwandi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi