JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang sedang anjlok tak mengurungkan niat PT Astra Agro Lestari untuk giat berekspansi. Tahun ini, emiten dengan kode saham
AALI tersebut akan membangun dua pabrik pengolahan kelapa sawit. Kedua pabrik yang akan dibangun itu masing-masing berkapasitas 45 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Sementara, waktu yang diperlukan untuk membangun pabrik tersebut antara 12 sampai 18 bulan. Sebelumnya,
AALI telah memiliki 29 pabrik dengan total kapasitas 1.435 ton per jam. Asumsinya, dengan tambahan dua pabrik tersebut kapasitas produksi total
AALI akan mekar menjadi 1.525 ton per jam.
Meski begitu, anak usaha PT Astra International Tbk (
ASII) ini terlihat pesimistis terkait ekspansi penanaman kelapa sawit tahun ini. Perseroan hanya akan menambah penanaman kelapa sawit kurang dari 10.000 hektare (ha). Padahal tahun lalu,
AALI telah menanam 16.000 ha. Manajemen beralasan, tidak banyak menanam lahan baru lantaran kesulitan mencari area sawit baru. Karena itu,
AALI hanya fokus intensifikasi dan perawatan tanaman agar produknya semakin kompetitif. "Langkah
AALI mengurangi penanaman baru sangat tepat karena risiko harga CPO yang fluktuatif padahal biaya terus meningkat," ujar Analis Bahana Securities, Agustinus Reza.
AALI juga telah memperhitungkan jangka waktu pembangunan pabrik dan hasil produksi tandan buah segar di masa mendatang. "Tahun depan hasil penanaman kelapa sawit akan siap dipanen," ujar Agustinus. Bahkan Analis Samuel Securitas Frederick Daniel Tangela dalam riset 6 Mei 2015 memproyeksikan, pada tahun depan total penjualan CPO
AALI akan meningkat menjadi 1,77 juta ton. Angka ini melonjak dibandingkan estimasi penjualan CPO pada tahun ini, sebesar 1,66 juta ton. Frederick juga memperkirakan, harga jual rata-rata CPO pada tahun depan akan meningkat menjadi US$ 670 per ton dari tahun 2015 di US$ 650 per ton. Pada tahun ini bencana El-Nino akan melanda kawasan Asia Tenggara. Walhasil, produksi CPO secara keseluruhan termasuk
AALI akan menurun. "Akibatnya suplai melemah dan mengangkat harga jual," kata Frederick. Tapi, sentimen negatif masih akan melanda
AALI. Salah satunya adalah rendahnya harga minyak bumi, penyerapan untuk bio diesel belum optimal, dan permintaan dari Tiongkok melambat.
Karena itu Agustinus memproyeksikan, kinerja
AALI belum akan cemerlang tahun ini. Sejatinya, kondisi ini sudah tercermin pada kinerja
AALI kuartal I-2015. Agustinus memproyeksikan, tahun ini pendapatan
AALI hanya tumbuh 5%-6%. Kalau Frederick memprediksi, tahun ini pendapatan
AALI mencapai Rp 15,65 triliun, turun dari Rp 16,31 triliun di 2014. Dan laba bersih Rp 1,51 triliun, melorot dari Rp 2,5 triliun di tahun lalu. Frederick merekomendasikan hold di Rp 20.000. Sementara Agustinus menyarankan,
reduce di Rp 21.000. Begitu juga, Analis Sucorinvest Central Gani, Andy Wibowo Gunawan merekomendasikan
sell di Rp 22.300. Pada perdagangan di bursa Kamis (25/6) harga
AALI naik 1,2% di Rp 23.225 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa