Badai PHK hingga Kontraksi Manufaktur Jadi Tantangan Pemerintahan Prabowo-Gibran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi perekonomian dalam negeri nampaknya masih banyak tantangan menjelang peralihan pemerintahan ke presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran. Mulai dari badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus bertambah, PMI Manufaktur yang masih terkontraksi, hingga indeks keyakinan CEO juga menurun.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, untuk menghadapi permasalahan tersebut, solusi jangka pendek yang bisa dilakukan presiden terpilih Prabowo-Gibran adalah dengan menjaga daya beli masyarakat.

“Saat ini kalau melihat dari berbagai indikator termasuk di dalamnya penjualan, kemudian deflasi yang terjadi dalam 5 bulan berturut-turut (Mei-September 2024), serta keyakinan konsumen, mengindikasikan pelemahan daya beli,” tutur Yusuf kepada Kontan, Senin (1/10).


Baca Juga: Marak Pabrik yang Tutup, Bisnis TPT Semakin Redup

Yusuf memperkirakan, tren pelemahan daya beli ini masih akan berlanjut hingga tahun depan, sehingga penting untuk diperhatikan dalam jangka pendek.

Solusinya, stimulus dalam bentuk bantuan sosial (bansos) baik barang atau tunai, serta subsidi bisa dilakukan Prabowo-Gibran pada awal masa pemerintahannya.

Harapannya, dengan pemberian bantuan sosial dan subsidi, maka pendapatan yang siap dibelanjakan oleh masyarakat itu bisa bertambah dibandingkan posisi sebelumnya, sehingga masyarakat bisa leluasa membelanjakan kebutuhan konsumsinya.

Dengan konsumsi yang mengalami peningkatan, maka aktivitas investasi juga diharapkan meningkat. Hal ini karena pelaku usaha bisa menambah kapasitas produksi imbas dari peningkatan permintaan dari masyarakat.

Baca Juga: Jumlah PHK Terus Meningkat,Hingga Pekan Keempat September 2024 Tembus 52.993 Orang

Yusuf menambahkan, selain dari sisi konsumsi rumah tangga, dalam jangka pendek pemerintahan baru juga bisa mendorong investasi.

“Selain mendorong masuknya realisasi investasi baru, pemerintah saya kira juga bisa memperhatikan bagaimana ekspektasi dari pelaku usaha lama untuk meningkatkan katakanlah kapasitas produksi mereka,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah juga bisa memberikan insentif berkala kepada dunia usaha yang disesuaikan dengan ruang fiskal dan juga kondisi perekonomian terkini. Harapannya pelaku usaha  bisa meningkatkan investasi pabrik mereka dan pada muaranya bisa meningkatkan realisasi investasi secara keseluruhan.

Untuk solusi jangka panjang, dorongan reformasi struktural perlu dipertahankan pemerintahan baru, terutama dalam jangka menengah hingga panjang.

Yusuf membeberkan, upaya reformasi struktur, misalnya dengan mendorong ketahanan pangan perlu dilakukan agar Indonesia tidak bergantung dengan impor dari luar.

“Selain itu mendorong upaya agenda reindustrialisasi juga menjadi hal lain yang perlu diperhatikan dalam konteks reformasi struktural untuk ekonomi dalam jangka panjang,” tambahnya.

Baca Juga: Pekerja yang Kena PHK Tembus 50.000 Orang

Terakhir, Yusuf menyarankan agar pemerintahan baru terus berupaya untuk melakukan pembangunan sumber daya manusia (SDM), mengingat Indonesia akan berada dalam beberapa periode bonus demografi sampai dengan 10 hingga 20 tahun ke depan.

Untuk diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, angka PHK mencapai 52.993 pekerja dari Januari hingga 26 September 2024. Hampir setengahnya atau 24.013 orang di PHK berasal dari pekerja sektor pengolahan.

Sementara itu, Pada September 2024, Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia meningkat tipis ke angka 49,2 dari 48,9 di bulan Agustus 2024. Akan tetapi, angka tersebut masih menunjukkan kondisi kontraksi seperti bulan sebelumnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi