JAKARTA. Peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, menilai Badan Anggaran DPR (Banggar) bobrok. Hal itu diutarakan Roy karena ada banyak dana yang dianggarkan dobel di Kementerian atau Lembaga. Selain itu, Roy juga melihat kalau Banggar masih ada problem transparansi dan kontrol. Buktinya, sesama anggota Banggar belum tentu mengetahui di mana dana infrastruktur daerah akan dieksekusi Menteri Keuangan. Maksudnya, Banggar terbilang tidak mengetahui seluk beluk daerah yang ingin diberi kucuran dana APBN. Bahkan, ada juga anggota Banggar yang tidak mengetahui nominal dana yang diberikan untuk suatu daerah. Oleh sebab itu, ada banyak celah yang dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games Kemenpora, Muhammad Nazaruddin. Namun sayang, Roy ogah menunjuk siapa saja anggota Banggar yang bermasalah itu. “DPR tidak mengetahui anggaran Kementerian dan Lembaga dengan baik. Ini artinya ada keputusan yang mestinya dilakukan pimpinan Banggar dengan kolektif, tapi ternyata tidak. Ketika mereka tidak tahu keputusan pimpinan dan Menkeu, maka muncullah kasus-kasus Nazaruddin,” ujar Roy ketika diskusi bertema Hitam Putih Banggar di Pulau Dua, Rabu (10/8). Menurutnya, anggota Banggar itu terdiri dari 84 anggota, di mana dari 84 itu mengurusi seluruh anggaran Kementerian dan Lembaga. “Tapi 84 anggota Banggar itu tidak tahu daerah Papua, Sumatera Utara. Namun mereka berani memutuskan alokasi anggarannya sekian. Apa dasar kebijakan Banggar memutuskan anggaran,” tambahnya. Tidak hanya itu, menurutnya, kisruh Banggar juga tidak terlepas dari proses mekanisme perencanaan anggaran yang bermasalah di Kementerian dan Lembaga. Contohnya, kata Roy, pada saat perencanaan berbagai riset partisipasi sasaran itu sangat lemah. "Misalnya di daerah Banjar masyarakat hanya diajak datang ke diskusi musyawarah dengan pemerintah. Mereka hanya mendengarkan, tidak bisa memberikan pendapat. Hal seperti ini-kan perencanaan awal korupsi anggaran sudah sistemik terjadi. Harusnya dalam ekonomi yang sehat masyarakat diberikan hak untuk memberikan masukan pemikiran-pemikiran program," tutupnya.
Badan anggaran DPR sudah bobrok?
JAKARTA. Peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, menilai Badan Anggaran DPR (Banggar) bobrok. Hal itu diutarakan Roy karena ada banyak dana yang dianggarkan dobel di Kementerian atau Lembaga. Selain itu, Roy juga melihat kalau Banggar masih ada problem transparansi dan kontrol. Buktinya, sesama anggota Banggar belum tentu mengetahui di mana dana infrastruktur daerah akan dieksekusi Menteri Keuangan. Maksudnya, Banggar terbilang tidak mengetahui seluk beluk daerah yang ingin diberi kucuran dana APBN. Bahkan, ada juga anggota Banggar yang tidak mengetahui nominal dana yang diberikan untuk suatu daerah. Oleh sebab itu, ada banyak celah yang dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk tersangka kasus Wisma Atlet SEA Games Kemenpora, Muhammad Nazaruddin. Namun sayang, Roy ogah menunjuk siapa saja anggota Banggar yang bermasalah itu. “DPR tidak mengetahui anggaran Kementerian dan Lembaga dengan baik. Ini artinya ada keputusan yang mestinya dilakukan pimpinan Banggar dengan kolektif, tapi ternyata tidak. Ketika mereka tidak tahu keputusan pimpinan dan Menkeu, maka muncullah kasus-kasus Nazaruddin,” ujar Roy ketika diskusi bertema Hitam Putih Banggar di Pulau Dua, Rabu (10/8). Menurutnya, anggota Banggar itu terdiri dari 84 anggota, di mana dari 84 itu mengurusi seluruh anggaran Kementerian dan Lembaga. “Tapi 84 anggota Banggar itu tidak tahu daerah Papua, Sumatera Utara. Namun mereka berani memutuskan alokasi anggarannya sekian. Apa dasar kebijakan Banggar memutuskan anggaran,” tambahnya. Tidak hanya itu, menurutnya, kisruh Banggar juga tidak terlepas dari proses mekanisme perencanaan anggaran yang bermasalah di Kementerian dan Lembaga. Contohnya, kata Roy, pada saat perencanaan berbagai riset partisipasi sasaran itu sangat lemah. "Misalnya di daerah Banjar masyarakat hanya diajak datang ke diskusi musyawarah dengan pemerintah. Mereka hanya mendengarkan, tidak bisa memberikan pendapat. Hal seperti ini-kan perencanaan awal korupsi anggaran sudah sistemik terjadi. Harusnya dalam ekonomi yang sehat masyarakat diberikan hak untuk memberikan masukan pemikiran-pemikiran program," tutupnya.