Badan anti pembalakan liar hutan akan dibentuk



JAKARTA. Setelah melewati pembahasan yang alot bahkan sempat buntu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui usulan pemerintah membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Pembalakan Liar (P2L).

 Awalnya, dalam draf Rancangan Undang Undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L), DPR merancang organisasi baru antiperusakan hutan ini setingkat komisi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertimbangannya, illegal logging bisa dibilang kejahatan luar biasa yang melibatkan jaringan internasional, sehingga perlu lembaga khusus.

Dalam dinamika yang berkembang di Senayan, DPR dan pemerintah menyepakati struktur organisasi ini hanya berupa badan koordinasi. RUU P3L yang merupakan inisiatif DPR ini juga mengatur tentang mekanisme, tugas, tanggung jawab, dan kewenangan Badan Koordinasi P2L. Selain itu, sifat dari kelembagaan ini adalah kolektif dan kolegial.


Tapi, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan (Kemhut), Darori menyebutkan, belum ada titik temu soal komposisi Badan Koordinasi P2L dari unsur mana saja. Pemerintah menginginkan badan ini mampu mengkoordinasikan aparat-aparat penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pihak-pihak yang ada di Kemhut.

Darori menyebutkan, RUU P3L ditargetkan rampung tahun ini sehingga tahun depan bisa langsung diberlakukan. "Sejauh ini, sudah disetujui agar membentuk badan tersebut, namun formasi dan mekanismenya masih terus dibahas," katanya, Senin (4/2).

Menurut Darori, ada beberapa opsi yang mengemuka seputar mekanisme pembentukan badan tersebut, yakni bersifat independen atau menjadi bagian dari Kemhut. Hanya, fungsi supervisi dan koordinasi menjadi fokus utama dari badan tersebut. Soal fungsi penyidikan dan penindakan, tidak diatur dalam RUU P3L lantaran sudah diatur dalam UU No 41/1999 tentang Kehutanan.

Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo menyatakan, untuk menjaga hutan yang ada di wilayah Indonesia memang diperlukan badan yang berfungsi supervisi dan koordinasi dengan lembaga lain untuk penegakan hukum. "Perlu sinergi untuk menjaga hutan, karena itu perlu dibentuk badan yang mampu membuat efek jera," ujarnya.

Pius Ginting, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, UU Antipembalakan Liar tidak menjawab masalah kerusakan hutan di Indonesia. Sebab, kerusakan hutan saat ini bukan karena illegal logging melainkan pembukaan hutan secara legal untuk aktivitas bisnis. "Izin usaha yang legal diterbitkan dan mengubah hutan lindung jadi areal industri. Inilah yang sebenarnya harus menjadi fokus pemerintah," ungkapnya.

Makanya, Walhi ragu pembentukan Badan Koordinasi P2L bisa menuntaskan persoalan perusakan hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan