KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Badan Litbang Perhubungan Kementerian Perhubungan menyatakan penggunaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk integrasi pembayaran transportasi Jabodetabek masih menemuai tantangan. Salah satunya seperti perbedaan kepemilikan moda transportasi, antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Untuk itu,ada beberapa strategi intergerasi sistem pembayaran elektronik moda transportasi disinergikan dengan membentuk dua entitas berbeda yaitu Pertama, unit usaha yang berada di bawah BUMN untuk jenis transportasi yang dikelola oleh BUMN. Kedua, konsursium yang berada di bawah pemrov DKI dan berbentuk BUMND untuk moda transportasi yang dikelola oleh BUMND. Kedua entitas tersebut haru bersinergi dengan menyediakan infrastruktu pemrosesan uang elektronik yang saling terkoneksi dan dapat beroperasi. Namun, nyata GPN dinilai masih belum efektif untuk saat ini. Karena mengingat masyarakat Indonesia lebih tertarik menggunakan kartu debit yang berlogo Internasional dalam setiap melakukan transaksi luar ataupun dalam negeri. Sehingga kebiasaan bertransaksi secara tunai juga merupakan sebuah tantangan yang harus diselesaikan. Sugihardjo, Kepala Badan Litbang Perhubungan Kementerian Perhubungan menjelaskan ada 85% transaksi di Tanah Air masih dilakukan secara tunai. "Padahal 36% masyarakat saat ini sudah memiliki account number di bank, namun transaksi non tunai hanya 10%," jelasnya kepada Kontan.co.id pada Senin (03/12) Meski begitu, pihaknya mendorong pelaksanaan integrasi dilakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bank Indonesia dan Badan BPTJ, serta adanya kesepakatan bersama antara BPTJ dengan pemprov DKI Jakarta plus dengan seluruh pihak operator pengelola moda transportasi yang beroperasi di wilayah Jabodetabek yaitu Perum Damri, PT KAI Commuter Jabodetabek, PT Transportasi Jakarta, dan lain - lainnya
Badan Litbang Perhubungan Kemhub harap ada integrasi pembayaran transportasi
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Badan Litbang Perhubungan Kementerian Perhubungan menyatakan penggunaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk integrasi pembayaran transportasi Jabodetabek masih menemuai tantangan. Salah satunya seperti perbedaan kepemilikan moda transportasi, antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah. Untuk itu,ada beberapa strategi intergerasi sistem pembayaran elektronik moda transportasi disinergikan dengan membentuk dua entitas berbeda yaitu Pertama, unit usaha yang berada di bawah BUMN untuk jenis transportasi yang dikelola oleh BUMN. Kedua, konsursium yang berada di bawah pemrov DKI dan berbentuk BUMND untuk moda transportasi yang dikelola oleh BUMND. Kedua entitas tersebut haru bersinergi dengan menyediakan infrastruktu pemrosesan uang elektronik yang saling terkoneksi dan dapat beroperasi. Namun, nyata GPN dinilai masih belum efektif untuk saat ini. Karena mengingat masyarakat Indonesia lebih tertarik menggunakan kartu debit yang berlogo Internasional dalam setiap melakukan transaksi luar ataupun dalam negeri. Sehingga kebiasaan bertransaksi secara tunai juga merupakan sebuah tantangan yang harus diselesaikan. Sugihardjo, Kepala Badan Litbang Perhubungan Kementerian Perhubungan menjelaskan ada 85% transaksi di Tanah Air masih dilakukan secara tunai. "Padahal 36% masyarakat saat ini sudah memiliki account number di bank, namun transaksi non tunai hanya 10%," jelasnya kepada Kontan.co.id pada Senin (03/12) Meski begitu, pihaknya mendorong pelaksanaan integrasi dilakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Bank Indonesia dan Badan BPTJ, serta adanya kesepakatan bersama antara BPTJ dengan pemprov DKI Jakarta plus dengan seluruh pihak operator pengelola moda transportasi yang beroperasi di wilayah Jabodetabek yaitu Perum Damri, PT KAI Commuter Jabodetabek, PT Transportasi Jakarta, dan lain - lainnya