Badan Pangan Nasional: Penetapan Harga Pembelian Gabah dan Beras Pertimbangkan Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pangan Nasional menetapkan harga baru untuk pembelian gabah dan beras jelang panen raya padi pada Maret 2023 yang akan datang.

Dimana harga pembelian atas (ceiling price) Gabah Kering Panen (GKP) tingkat petani ditetapkan Rp 4.550 per kilogram, GKP tingkat penggilingan Rp 4.650 per kilogram, Gabah Kering Giling (GKG) tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram, dan beras medium di gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kilogram.

Sedangkan harga batas bawah pembelian gabah/beras mengacu kepada HPP yang diatur Permendag No. 24 Tahun 2020, yaitu GKP Tingkat Petani Rp 4.200 per kilogram, GKP Tingkat Penggilingan Rp4.250 per kilogram, GKG Tingkat Penggilingan Rp5.250 per kilogram, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp8.300 per kilogram.


Baca Juga: SPI Nilai Harga Batas Atas Pembelian Gabah Akan Rugikan Petani

Adapun penetapan ini mulai berlaku pada 27 Februari 2023 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. 

Budi Waryanto, Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional mengatakan, penetapan harga tersebut dalam rangka penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sesuai Perpres 125/2022 dan Perbadan 12/2022. Hal ini ditujukan agar Perum Bulog dapat menyerap CBP sesuai target, terutama saat panen raya.

"Dasar penetapan salah satunya mempertimbangkan struktur biaya produksi yang sudah mengalami kenaikan oleh banyak faktor, seperti BBM dan lainnya," kata Budi kepada Kontan.co.id, Rabu (22/2).

Kemudian pelaksanaan penetapan harga tersebut di lapangan akan dilakukan melalui pengawasan Satgas Pangan, lintas Kementerian/Lembaga dan stakeholder lainnya.

Menanggapi pernyataan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) bahwa penetapan harga gabah masih belum menguntungkan bagi petani, Budi menyebut ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan harga tersebut. Salah satunya inflasi dan konsumen yang juga dipertimbangkan dalam penentuannya.

"Ya mungkin tidak memuaskan semua pihak, ada juga inflasi, konsumen dan lainnya yang dipikirkan," kata Budi.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, kenaikan HPP beras/gabah untuk menjaga agar nantinya panen raya harga pembelian baik itu gabah kering dan giling di tingkat petani tidak merosot secara tajam.

Baca Juga: Badan Pangan Naikkan Harga Gabah dan Beras Jelang Panen Raya

Namun, kenaikan harga pembelian tersebut juga memiliki potensi bisa mengerek harga beras di pasaran. Sehingga kemungkinan juga bisa berdampak pada tingkat inflasi nantinya.

"Apakah kemudian ini akan berdampak terhadap inflasi? jika transmisi dari kenaikan HPP ini dilimpahkan kepada konsumen dengan cara menaikkan harga, Saya kira memang peluang harga beras yang saat ini memang relatif sudah lebih tinggi akan berpotensi kembali meningkat," jelasnya.

Namun, hal lain yang tak kalah penting dalam antisipasi potensi kenaikan inflasi dari harga beras ialah jaringan distribusi. Ia menegaskan jaringan distribusi beras perlu diawasi karena sifatnya yang panjang. Dimana dari petani sampai konsumen terdapat berlapis layer.

Yusuf menjelaskan, distribusi yang terhambat juga akan ikut menentukan kenaikan harga beras itu sendiri. Terlebih lagi jika ada oknum yang memanfaatkan momentum ketika harga beras naik dengan melakukan penimbunan.

"Kalau kita fokus pada upaya untuk menjaga setidaknya agar harga beras tidak berpotensi melonjak kembali, maka upaya untuk menjaga distribusi dari beras itu sendiri penting untuk dilakukan. Apalagi seharusnya, jika panen raya berhasil dan tidak ada keterlambatan, itu bisa berpotensi mengerek harga beras ke level yang lebih rendah, asumsi bahwa ketersediaan beras meningkat dan permintaannya relatif masih sama seperti yang sebelumnya," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi