Bagai Roller Coaster, Hati-hati Spekulasi di Saham Papan Pemantauan Khusus



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transaksi pada saham yang tersangkut di papan pemantauan khusus ternyata tak otomatis sepi. Buktinya, tak sedikit saham yang berstatus special monitoring ini mengisi daftar top gainers maupun top loser harian, meski harganya sudah tenggelam di bawah gocap.

Sejumlah investor individu pun masih ada yang tertarik memborong saham di papan pemantauan khusus, dengan jumlah yang terbilang besar. Contohnya pada PT Arkadia Digital Media Tbk (DIGI). Salah satu pengendali dan komisaris DIGI, Iwa Sukresno Karunia, memborong 1,93 juta saham di harga Rp 8 per saham.

Dengan transaksi yang berlangsung pada 5 Januari 2024 itu, Iwa mengempit 388,20 juta atau 23,89% saham DIGI. Selain itu, ada dua investor individu yakni Hendri dan Priscilla Lydia yang mengakumulasi saham PT Dewata Freight International Tbk (DEAL).


Dalam daftar kepemilikan efek dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 9 Januari 2024, Hendri memiliki 109,80 juta atau 9,58% dan Priscilla menggenggam 66,66 juta atau 5,82% saham DEAL. Pada perdagangan Rabu (10/1), saham DEAL naik 10% ke harga Rp 11 per saham.

Baca Juga: Ada 38 Saham yang Terancam Delisting dari Bursa, Berikut Daftarnya

Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto mengingatkan, persentase kenaikan pada saham papan pemantauan khusus memang akan tampak tinggi. Apalagi untuk yang level harganya sudah di bawah Rp 50. Dia mencontohkan ketika saham berharga Rp 10, maka ketika terjadi kenaikan 1 poin saja, persentasenya setara +10%.

"Secara nominal memang kecil. Tapi karena faktor harga yang sudah drop, jadi bisa memberikan persentase keuntungan yang besar ketika rebound," kata William kepada Kontan.co.id, Rabu (10/1).

Terkait transaksi dengan jumlah cukup jumbo oleh investor individu, William melihatnya sebagai aksi yang cenderung spekulasi. Lagi pula, dengan harga yang rendah, dana untuk memborong saham-saham ini juga relatif tidak terlalu besar.

Menurut William, aksi akumulasi tersebut pun tidak memberikan dampak signifikan bagi pergerakan sahamnya. "Beda ceritanya kalau pembelian oleh institusi atau nama-nama (investor) yang sudah top of mind," imbuh William.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan sepakat, tingginya risiko yang dimiliki oleh saham-saham dalam pemantauan khusus membuat motif pembelian cenderung bersifat spekulasi. Sedangkan motif tindakan spekulasi dilatar belakangi keinginan potensi return yang tinggi.

Bagi yang tertarik menjajal saham-saham papan pemantauaan khusus, Alfred menegaskan pelaku pasar wajib paham bahwa transaksi pembeliaan berkategori spekulasi memiliki risiko yang besar. "Holding period-nya tidak terukur, karena sentimennya berupa aksi korporasi atau event yang tidak bisa diprediksi," imbuh Alfred.

Dengan volatilitas harga yang sangat tinggi, alat prediksi hanya kepada indikator flow (demand), yang mana tidak bisa menganalisa dasar atau latar belakang dari flow tersebut sehingga masuk kategori irasional. Di sisi yang lain, Alfred mengamati tak sedikit emiten di papan pemantauan khusus yang sahamnya tenggelam di bawah Rp 50, merupakan perusahan yang terseret pandemi covid-19.

Baca Juga: BEI Bakal Luncurkan Papan Pemantauan Khusus Tahap II pada Maret 2024

Pemulihan ekonomi dari pandemi akan memberikan peluang perbaikan kinerja pada emiten-emiten tersebut. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam melirik saham-saham dalam pemantauan khusus. Tapi, Alfred mengingatkan bahwa analisanya harus lebih terukur. Indikator recovery berupa perbaikan fundamental, kenaikan penjualan serta profitabilitas.

Sedangkan William tidak memiliki rekomendasi untuk saham-saham di papan pemantauan khusus. Dalam strategi umum, bisa melirik saham-saham yang memiliki volume tinggi. "Namun pengamatan saya strategi ini tidak selalu berhasil membuat sahamnya menguat dalam jangka pendek, jadi risikonya tinggi," tandas William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat