Bagaimana G20 tumbuh jika saling menyalahkan



WASHINGTON. Setelah melakukan pertemuan formal dan informal satu minggu terakhir, negara-negara maju yang tergabung dalam G20 Sabtu kemarin mencapai kesepakatan. Apakah itu? Mereka berjanji memacu pertumbuhan ekonomi global dengan cara menambah lapangan pekerjaan untuk memberantas pengangguran.

Apakah negara-negara maju akan berhasil melewati krisis tahun ini? Policy steering committee IMF, Tharman Shanmugaratnam, menjawab: "Kami tidak sepenuhnya melewati krisis, tapi dibandingkan dengan pertemuan tahun lalu, ada fokus yang lebih kuat dalam memacu pertumbuhan global dan menyoroti jumlah pekerjaan,".

Pertanyaan besar yang menggantung adalah bagaimana caranya ambisi mereka tercapai sedangkan para pemimpin negara maju tersebut saling beradu argumen dan saling menyalahkan? Mereka mengklaim, kebijakan yang diperlukan tiap negara berbeda-beda.


Ada yang bertanya mengapa sebagian negara di uni Eropa terus sakit-sakitan padahal kebijakan ekonomi bertubi-tubi sudah diterapkan? Dalam pertemuan pekan lalu yang berakhir 19 April, beda argumen semakin panas mengenai kelanjutan pemulihan ekonomi, kebijakan fiskal, efektivitas stimulus moneter dan limpahan satu kebijakan dari satu negara ke negara lainnya.

Hal ini mencerminkan kurangnya konsensus di antara anggota G20. "Tidak ada peluru yang membawa kita ke pertumbuhan normal,” ulas Tharman. Negara ekonomi besar rupanya berseteru dalam forum ini.

Jack Lew, menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) menyalahkan Eropa atas segala kebijakannya yang berimbas pada turunnya daya beli masyarakat. "Padahal permintaan yang kuat di Eropa bisa memacu pertumbuhan ekonomi global dan ini sangat penting," ujar Lew.

Selain itu, ia juga menilai peranan negara-negara dengan surplus perdagangan yang besar seperti China dan Jerman diperlukan untuk menciptakan keseimbangan ekonomi. Sayangnya, menurut Lew beberapa negara dengan sengaja menjaga neraca perdagangan lewat cara perang mata uang seperti yang dilakukan China.

Menolak kritik AS, Wolfgang Schäuble, Menteri Keuangan Jerman, melihat bahwa hambatan pertumbuhan ekonomi global terletak pada defisit fiskal yang sangat besar di negara maju terutama Paman Sam.

"Menunda penyesuaian akan semakin memperburuk risiko untuk memulihkan ekonomi global," ujarnya.

Sebagai bagian dari perdebatan sengit atas siapa yang harus disalahkan untuk pemulihan ekonomi global yang lemah, AS mengklaim berhasil menstabilkan utang pada komunike G20.

Anders Borg, Menteri Keuangan Swedia, menyoroti kekhawatiran Eropa. Dalam hal ini, ia ragu pada kemampuan AS dan Jepang untuk memilah-milah anggaran negara yang bermasalah.

"Situasi fiskal di AS dan Jepang menjadi sumber keprihatinan dan ketidakpastian ekonomi global. Kedua negara harus mengembangkan rencana fiskal jangka menengah yang lebih jelas," nilainya.

Jadi, jika negara maju saja saling menyalahkan satu sama lain, yakinkah Anda ekonomi global akan tumbuh seperti yang diharapkan?

Editor: