Bagaimana nasib harga gas alam 2018?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dibanding minyak mentah dan batubara, bisa dikatakan gas alam kalah besar. Kinerja gas alam terus merosot lantaran pasokan Amerika Serikat sempat mengalami kondisi berlebih dan China berbalik menambah permintaan batubara ketimbang gas alam.

Sepanjang tahun 2017, harga gas alam terus turun. Akhirnya komoditas ini menutup harga di level terendah yang pernah terjadi di Maret 2016. Harga gas alam kontrak pengiriman Februari 2018 di New York Mercantile Exchange ambruk 20,79% ke level US$ 2.953 per mmbtu.

Bagaimana nasib komoditas energi ini di tahun 2018? Mari simak paparan para analis terlebih dahulu.


Sepanjang tahun 2017 harga gas alam terus mengalami penurunan lantaran siklus cuaca yang lebih hangat yang menyebabkan pasokan jadi berlebih.

China memang sempat meningkatkan permintaan mereka untuk komoditas yang memiliki nilai polutan lebih rendah ini, namun saat suhu musim dingin melampaui perkiraan, mereka berbalik menggunakan batubara.

"Masuk April dan November memang terlihat penarikan mulai berkurang bahkan mengalami kelebihan pasokan. Kemudian memasuki November jumlah penarikan semakin besar, siklus cuaca jadi pengaruh besar," jelas analis Asiatrade Futures Andri Hardianto, kepada Kontan.co.id, Rabu (3/1).

Laporan dari Energy Information Administration (EIA) AS pada pengujung tahun memang menunjukkan pasokan gas alam mereka terus turun lantaran ditarik untuk keperluan musim dingin. Terakhir, pada 28 Desember, EIA menarik 112 miliar kaki persegi gas alam.

Ke depan, Andri masih melihat China akan meningkatkan permintaan gas alamnya. Apalagi komoditas yang terhitung ramah lingkungan ini bisa membaik bila terjadi ratifikasi pakta iklim Paris.

Hingga akhir tahun 2018, Andri perkirakan harga gas alam akan berada dalam rentang US$ 3,300 – US$ 4,500 per mmbtu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto