Bagaimana Nasib Pasar Properti 2023? Simak Penjelasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melewati masa pandemi yang berlangsung lebih dari 2 tahun, perekonomian Indonesia telah menunjukkan pemulihannya.

Termasuk industri properti sudah semakin mengarah ke kondisi normal, dimana tahun 2022 dianggap menjadi tahun pulihnya industri properti di tanah air.

Marine Novita, Country Manager Rumah.com menjelaskan bahwa seiring dengan pulihnya perekonomian pasca pandemi dan didukung oleh mobilitas masyarakat yang sudah kembali normal, maka tren pembelian properti kembali dilirik oleh para pembelinya baik konsumen akhir maupun investor.


"Namun demikian, situasi pasar properti pada tahun 2023 akan kembali menghadapi tantangan. Ancaman resesi dan kenaikan suku bunga global akan membuat penjual dan penyedia suplai hunian berhati-hati dalam membuat keputusan,” jelas Marine dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Kamis (15/12).

Penguatan Dollar Amerika Serikat diperkirakan masih akan berlangsung lama, karena kondisi makroekonomi masih dalam ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina serta kenaikan suku bunga federal Amerika Serikat.

Baca Juga: Kisruh Proyek Meikarta Kembali Mencuat

Dolar Amerika Serikat (AS) menguat tidak hanya terhadap Rupiah melainkan juga mata uang lainnya namun Rupiah jadi salah satu mata uang yang paling kuat bertahan dengan pelemahan yang relatif sedikit.

Salah satu kunci kuatnya Rupiah adalah posisi Indonesia sebagai produsen komoditas khususnya terkait energi seperti batubara, gas, dan minyak nabati. Masalahnya, komoditas energi ini juga diperlukan dalam produksi bahan-bahan konstruksi bangunan seperti besi dan semen.

Karena itu, para pengembang properti sudah mulai melaporkan dan mengeluhkan naiknya ongkos produksi yang berimbas pada kenaikan harga properti.

Marine menambahkan bahwa kenaikan harga bahan konstruksi bangunan hanya salah satu faktor dalam kenaikan indeks harga properti. Setidaknya ada dua faktor lain yaitu pertama adalah permintaan terhadap properti juga meningkat selama tiga kuartal terakhir mengiringi pulihnya ekonomi dari pandemi dan selesainya beberapa infrastruktur yang memudahkan akses pemukiman.

Sedangkan faktor kedua pendorong kenaikan indeks harga properti adalah suku bunga perbankan. Kebijakan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di tingkat 3,5% selama 18 bulan hingga awal semester dua 2022 mendorong perbankan untuk ikut menurunkan suku bunga KPR dan KPA menjadi sekitar 7,7% secara rata-rata di tahun 2022 sehingga memudahkan mereka yang ingin membeli rumah.

"Dalam data terakhir yang kami himpun, suku bunga KPR per Oktober 2022 secara agregat masih belum mengalami kenaikan, walaupun tren penurunannya kemungkinan tidak akan berlanjut," lanjutnya.

Editor: Yudho Winarto