KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan membaik terhadap dolar Amerika Serikat (AS) didukung oleh prospek ekonomi domestik yang membaik ditopang oleh perbaikan konsumsi, investasi nonbangunan, dan ekspor yang lebih tinggi. Analis Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian, Amyra Ibrahim dan Kimberly Bianca dalam risetnya 21 Juli 2022 mengatakan, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 3,50%, suku bunga fasilitas simpanan sebesar 2,75%, dan suku bunga fasilitas pinjaman sebesar 4,25%. "Keputusan itu dibuat setelah mencermati tingkat ekspektasi inflasi inti yang terjaga di tengah risiko dari perlambatan ekonomi global. BI memangkas ekspektasi pertumbuhan global pada 2022 menjadi 2,9% dari 3,5% sebelumnya, "ujar analis Trimegah Sekuritas Indonesia.
Sementara, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto mengatakan BI memutuskan untuk mempertahankan 7-Day Reverse Repo (7DRR) tidak berubah pada 3,50%, diikuti oleh keduanya suku bunga deposito dan fasilitas pinjaman masing-masing sebesar 2,75% dan 4,25%.
Baca Juga: Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Masih Terukur, Harga Produk Ekspor RI Lebih Menarik "Kami percaya bahwa ini adalah keputusan yang tepat karena perekonomian Indonesia masih dalam proses pemulihan. Dalam Sementara itu, tekanan inflasi sebagian besar berasal dari masalah pasokan terkait kondisi cuaca yang menyebabkan gagal panen, yang mengakibatkan kenaikan harga pangan," ujar Rully dalam risetnya 22 Juli 2022. Para analis Trimegah Sekuritas mengatakan tren kenaikan suku bunga yang agresif terlihat mulai melemah dalam menanggapi inflasi yang melonjak dan BI memandang Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan ekspor yang lebih rendah, sebagai limpahan dari permintaan global yang menurun. "Hal ini, nantinya dapat menciptakan tekanan lebih lanjut untuk Rupiah. BI memprediksi pertumbuhan domestik 2022 menjadi bisa di level 4,9%," ujarnya. Rully mengatakan, BI lebih fokus pada inflasi inti, yang tetap stabil di 2,6% secara tahunan dan melihat strategi yang diterapkan masih tepat karena kebijakan moneter lebih efektif untuk mengendalikan inflasi inti. "BI juga melihat prospek ekonomi global yang suram sebagai salah satu risiko utama yang mungkin berdampak signifikan berdampak pada pemulihan ekonomi domestik," ujarnya. Para analis Trimegah Sekuritas mengatakan, BI masih melihat prospek ekonomi domestik yang membaik dimana ekonomi ditopang oleh perbaikan konsumsi, investasi nonbangunan, dan ekspor yang lebih tinggi dari perkiraan pertunjukan. "Berbagai indikator menunjukkan bahwa perekonomian domestik mulai pulih. Kinerja ekspor kuat dengan permintaan yang kuat dan tingginya harga komoditas," ujar Analis Trimegah Sekuritas. Rully melihat bahwa ini adalah sinyal dari BI bahwa akan tetap memberlakukan kebijakan campuran yang akomodatif untuk menjaga momentum pemulihan domestik. "Ke depan, keputusan suku bunga kebijakan akan sangat bergantung pada data yang masuk, terutama pada seberapa cepat inflasi inti akan meningkat pada bulan Juli. Di sisi lain, BI terus melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan GWM Rupiah," tulisnya. Selain itu, BI belum mau mengambil risiko dan masih menjaga suku bunga tetap stabil, selain itu BI masih terlihat nyaman dalam menjaga tingkat kebijakan stabil. "Kami percaya bahwa keputusan tersebut akan menambah lebih banyak tekanan pada rupiah dan meningkatkan inflasi jika dukungan terhadap mata uang menurun. Kami memperkirakan tekanan pada rupiah menjadi meningkat selama dua bulan ke depan. Oleh karena itu, kami terus melihat BI akan menaikkan BI7DRR sebesar 100bps menjadi 4,5% tahun ini," tulisnya.
Baca Juga: Ekonom: Tekanan Nilai Tukar Rupiah Berdampak Mini terhadap Kinerja Ekspor Rully percaya pemulihan ekonomi akan terus berlanjut karena pandemi Covid-19 akan tetap terkendali dan rupiah masih menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik terhadap dolar, dibandingkan dengan mata uang global lainnya. "Per 20 Juli 2022, rupiah hanya terdepresiasi sebesar 5,2% secara
year to date. Sementara itu, mata uang negara berkembang lainnya di Asia telah terdepresiasi lebih dalam, termasuk Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Peso Filipina, sebesar 6,9%, 9,8%, dan 10,4% YTD, masing-masing," ucapnya. Rully percaya bahwa tekanan pada rupiah akan stabil dan mencapai Rp 14.585 terhadap dolar pada akhir ini tahun, didukung oleh keseimbangan eksternal yang solid serta berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto