JAKARTA. Peraturan Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral rupanya tidak hanya memperkenankan ekspor mineral tanpa pemurnian (konsentrat). Namun, dalam beleid anyar tersebut pemerintah juga membolehkan kegiatan ekspor anoda slime (lumpur anoda). Selama ini, penghasil anoda slime di Indonesia hanyalah PT Smelting yang berada di Gresik Jawa Timur dengan produksi mencapai 1.000 ton hingga 1.200 ton per tahun. Perusahaan asal Jepang tersebut menerima pasokan bahan baku 1 juta ton konsentrat per tahun dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara, dua perusahaan pemegang konsesi kontrak karya (KK) komoditas tembaga. R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya membolehkan ekspor produk tersebut lantaran pabrik pemurnian (smelter) anoda slime belum ada di Indonesia. "PT Smelting masih boleh ekspor lumpur anoda," kata dia kepada KONTAN, Jumat (17/1). Anode slime merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses pemurnian konsentrat tembaga. Produk tersebut merupakan bahan baku yang dapat diproses lebih lanjut menjadi dore dan kemudian diproses lebih jauh lagi untuk dijadikan produk akhir berupa logam mulia, emas dan perak. Hingga sekarang ini, yang baru terbangun di Indonesia hanyalah pabrik pengolahan dore menjadi logam mulia milik PT Aneka Tambang Tbk. Namun, nantinya setelah ada pabrik pengolahan anoda slime di Tanah Air, pemerintah tentu akan melarang ekspor produk tersebut.
Bahan mentah untuk logam mulia masih boleh ekspor
JAKARTA. Peraturan Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral rupanya tidak hanya memperkenankan ekspor mineral tanpa pemurnian (konsentrat). Namun, dalam beleid anyar tersebut pemerintah juga membolehkan kegiatan ekspor anoda slime (lumpur anoda). Selama ini, penghasil anoda slime di Indonesia hanyalah PT Smelting yang berada di Gresik Jawa Timur dengan produksi mencapai 1.000 ton hingga 1.200 ton per tahun. Perusahaan asal Jepang tersebut menerima pasokan bahan baku 1 juta ton konsentrat per tahun dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara, dua perusahaan pemegang konsesi kontrak karya (KK) komoditas tembaga. R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya membolehkan ekspor produk tersebut lantaran pabrik pemurnian (smelter) anoda slime belum ada di Indonesia. "PT Smelting masih boleh ekspor lumpur anoda," kata dia kepada KONTAN, Jumat (17/1). Anode slime merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses pemurnian konsentrat tembaga. Produk tersebut merupakan bahan baku yang dapat diproses lebih lanjut menjadi dore dan kemudian diproses lebih jauh lagi untuk dijadikan produk akhir berupa logam mulia, emas dan perak. Hingga sekarang ini, yang baru terbangun di Indonesia hanyalah pabrik pengolahan dore menjadi logam mulia milik PT Aneka Tambang Tbk. Namun, nantinya setelah ada pabrik pengolahan anoda slime di Tanah Air, pemerintah tentu akan melarang ekspor produk tersebut.