Bahan pokok bakal kena PPN, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) protes



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai objek pajak pertambahan nilai (PPN). Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) pun memprotes rencana pemerintah tersebut.

Ketua umum Ikappi Abdullah Mansuri mengatakan, pemerintah diharapkan menghentikan upaya bahan pokok sebagai objek pajak dan harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan. 

"Apalagi kebijakan tersebut di gulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata dia melalui siaran persnya, dikutip Kompas.com, Rabu (9/6). 

Ikappi menilai, bila bahan pokok dikenakan PPN, maka akan membebani masyarakat. Sebab barang yang dikenakan PPN meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula. 

Baca Juga: Bahan pokok hingga barang tambang kena PPN, begini dampaknya ke emiten

Lebih lanjut Abdullah bilang, pedagang pasar sedang mengalami kondisi sulit karena lebih dari 50% omzet dagang turun. 

Sementara itu, pemerintah dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan dalam beberapa bulan terakhir. 

"Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100.000, harga daging sapi belum stabil mau dibebankan PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar," ungkapnya. 

"Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami (pedagang pasar)," pungkas Abdullah. (Elsa Catriana)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sembako Bakal Kena PPN, Ikatan Pedagang Pasar Protes ke Jokowi".

Selanjutnya: Pemerintah hadirkan dua alternatif dalam rangka ingin pungut pajak karbon

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari