KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mencari pinjaman atau berutang sering kali menjadi alternatif bagi sebagian besar orang, perusahaan dan bahkan negara untuk membiayai kehidupan keluarga, pengembangan bisnis dan pembangunan suatu negara termasuk Indonesia. Penarikan jumlah pinjaman pastinya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bayar. Data dari
International Monetary Fund (IMF) memperlihatkan, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat utang terendah yang berada pada posisi 36 dari 219 negara dengan utang terendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB). Meski rasio utang terhadap PDB mengalami kenaikan dari 23% pada 2012 menjadi 29% pada 2017. PT Bahana Sekuritas menilai kenaikan utang yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengancam bagi kestabilan perekonomian Indonesia, justru sebaliknya kenaikan utang diimbangi dengan meningkatnya belanja produktif pemerintah khususnya untuk infrastruktur, sektor pendidikan dan kesehatan.
''Dengan rasio utang terhadap PDB yang masih lebih rendah dibanding negara lainnya, pemerintah masih perlu meningkatkan belanja infrastruktur, pendidikan dan kesehatan karena ketiga hal ini menjadi modal dasar bagi keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia untuk jangka menengah-panjang,'' kata Kepala Riset dan Strategis Bahana Andri Ngaserin, Kamis (5/4). Pekerjaan yang produktif tidak akan tercapai, tanpa ditunjang oleh tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih maju dan sesuai dengan kebutuhan, Demikian juga halnya, tanpa ketersediaan jalan, pelabuhan dan bandara yang memadai untuk kebutuhan bisnis maka biaya untuk berusaha atau berinvestasi di Indonesia akan jauh lebih mahal dibanding negara lain, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi minat investasi asing untuk masuk ke Indonesia. Kalau dibandingkan dengan negara tetangga lainnya di Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih lebih rendah dibanding Malaysia yang tercatat sebesar 56%, Thailand sebesar 42%, Filipina sebesar 35%, dan bahkan Singapura tercatat sebesar 111%. Singapura dengan rasio utang yang besar mampu membangun infrastruktur yang jauh lebih baik dibanding negara lainnya di Asia Tenggara, demikian juga halnya Malaysia dan Thailand. Hingga tahun lalu, pemerintah telah membangun 794km jalan, 9.072m jembatan, 618.3km jalur kereta dan menyelesaikan pembangunan 3 bandara. Untuk memajukan pendidikan, pemerintah telah membagikan 19,8 juta kartu Indonesia pintar (KIP), memberikan dana bantuan operasional sekolah (BOS) kepada 8 juta pelajar dan memberikan beasiswa kepada 364.400 orang. Untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat, pemerintah telah membagikan kartu Indonesia sehat kepada 92,1juta orang. Dalam anggaran 2018, pemerintah meningkatkan belanja infrastruktur menjadi Rp 410,7 triliun dari tahun lalu sekitar Rp 388,3 triliun yang akan digunakan antara lain untuk membangun 865km jalan baru, 25km jalan tol, 8.695km jembatan. Penyelesaian pembangunan 8 bandara baru dan melanjutkan pembangunan LRT. Untuk anggaran pendidikan naik menjadi Rp 444,1 triliun dari tahun lalu sekitar Rp 419,8 triliun, yang akan digunakan antara lain untuk membagikan 19,7 juta KIP, 56 juta dana BOS, memberikan 401.500 beasiswa kepada mahasiswa, pembangunan dan rehabilitasi sekolah atau ruang kelas sekitar 61.200.
Untuk belanja kesehatan pada tahun ini naik menjadi Rp 111 triliun dari alokasi belanja tahun lalu sebesar Rp 104,9 triliun yang diperuntukkan antara lain menyediakan dan membagikan 92,4 juta kartu Indonesia sehat, menyediakan sarana fasilitas kesehatan yang berkualitas bagi 49 rumah sakit atau balai kesehatan. ''Untuk bisa bersaing dalam perdagangan global saat ini, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas, semakin efisien, dengan tingkat biaya-biaya yang semakin rendah sehingga memiliki nilai tambah dibanding negara lainnya,'' jelas Andri. Hal itu hanya bisa dicapai bila pemerintah mampu menyediakan infrastruktur yang memadai sehingga pada akhirnya roda perekonomian akan semakin kuat, paparnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto