Bahana prediksi BI 7-Day Repo Rate tetap



JAKARTA. Besok, Kamis (16/3) dewan gubernur bank sentral AS atau yang akrab disebut the Federal Open Market Committee (FOMC) akan mengadakan rapat untuk membahas perkembangan ekonomi AS terkini dan sekaligus menetapkan suku bunga acuan.

Perkembangan inflasi sudah memperlihatkan pergerakan mendekati proyeksi The Fed sebesar  2,5% dan data tenaga kerja AS sudah memperlihatkan perbaikan. Dengan data-data perekonomian terkini tersebut, pasar memperkirakan Fed rate akan naik dalam rapat FOMC besok.

Kenaikan ini pastinya berdampak terhadap semua pasar termasuk Indonesia, yang juga menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) mulai hari ini dan besok akan memutuskan besaran suku bunga acuan atau yang disebut BI 7-day repo rate.


Menurut Bahana Sekuritas, BI belum perlu merespon kenaikan suku bunga the fed kalau besok diputuskan naik, dengan serta merta menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri. Pasalnya, inflasi di dalam negeri diperkirakan masih akan berada dalam target BI antara 3% - 5% untuk sepanjang tahun ini, meski pemerintah masih melanjutkan rencana kenaikan tarif listrik

''Kenaikan suku bunga The fed kali ini tidak akan terlalu membahayakan pasar dan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Arus modal ke pasar obligasi diperkirakan masih akan mengalir seiring dengan ekspektasi adanya kemungkinan S&P menaikkan rating Indonesia dalam waktu dekat,'' terang ekonom Fakhrul Fulvian.

Fundamental Indonesia yang masih memperlihatkan pemulihan yang tercermin pada stabilnya nilai tukar, perbaikan neraca perdagangan dan perekonomian yang diperkirakan belum akan tumbuh signifikan pada kuartal pertama ini, akan menjadi pertimbangan utama bank sentral dalam mempertahankan suku bunga tetap sebesar 4,75% pada bulan ini.

Apalagi hingga akhir tahun lalu kredit perbankan masih tumbuh 7,9% secara tahunan. Tahun ini perbankan menargetkan kredit akan tumbuh sekitar 10% - 12%.

Untuk mendorong perbankan lebih agresif menyalurkan kredit, sebenarnya BI sudah bisa mengeluarkan aturan yang lebih detail terkait rencana pembayaran GWM secara rata-rata atau secara teknikal disebut averaging GWM, sehingga bank lebih fleksibel dalam mengatur likuiditasnya.

Dengan lebih aktifnya perbankan dalam menyalurkan kredit, tentunya akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurut BI masih bisa bertumbuh antara 5% - 5,4% untuk sepanjang tahun ini. Estimasi ini sesuai dengan perkiraan Bahana yang sebelumnya sudah memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebesar 5,4% pada 2017. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto