KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korporasi disarankan untuk menyiasati tren kenaikan suku bunga acuan jika ingin melakukan
refinancing atau
reprofiling utang guna menjaga fundamental keuangan. Direktur Strategi sekaligus Kepala Makro Ekonomi, PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, tren kenaikan suku bunga acuan itu sangat jelas terlihat. Bahkan Bank Indonesia (BI) saja sudah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate (7-DRR) sebanyak 125 bps dan tidak ada seorang analis pun yang menduga bahwa BI akan menaikkan sebanyak itu.
Sementara itu Federal Reserve selain menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) ada juga menaikkan
quantitative easing (QE) atau tapering. "Yang namanya suku bunga naik itu tidak bisa dibantah. Apalagi inflasi di berbagai negara yang melakukan QE selama ini sudah di atas 2%, bahkan Amerika saja sudah di atas 2,9 %," kata Budi, Selasa (28/8). Disarankan, untuk mencari pendanaan sebaiknya mempercepat dalam menerbitkan
fixed rate, sebab di sisi lain investor tentunya bersiaga untuk mencari floating rate. Itu sebabnya mengapa
money market fund juga menarik bagi investor. "Kalau saya emiten tentunya ini menyangkut
demand dan
supply, daripada cost-nya suatu saat naik, maka lebih baik issue-nya dipercepat, tinggal masalahnya di credit risk. Perusahaan-perusahaan yang memiliki credit risk baik maka akan dihargai," tegas dia. Begitu pula bagi pemerintah atau perusahaan BUMN yang memiliki
credit risk bagus, kas yang kuat, serta mampu menjangkau banyak hal mengapa tidak memanfaatkannya. Bagi emiten tentu kepentingannya akan lebih baik kalau menerbitkan fixed rate.
Dijelaskannya, emiten harus memiliki
credit risk sebab
fixed rate merujuk pada beberapa hal seperti apakah lebih tinggi dari tingkat inflasi, persaingan dengan government bond dan berapa
spread di atas
government bond. Kemudian, tenornya pun jangan terlalu panjang sehingga lebih baik memberikan tenor pendek saja. "Bagaimanapun kita tidak akan tahu sepanjang apa suku bunga BI akan terus bergerak naik," imbuhnya. Untuk pergerakan suku bunga ke depan, menurut Budi, masih banyak variabel yang mengganggu rupiah dari mulai suku bunga acuan yang lebih tinggi, kemudian dolar AS menguat, dan harga energi yang naik, sedangkan kondisi ekspor belum bagus. Bank Indonesia saat ini berada dalam posisi dilematis namun apabila melihat tantangan fiskal baiknya mengutamakan stabilitas sistem keuangan atau
stability over gross, sehingga harus menaikkan suku bunga.
Editor: Yudho Winarto