Bahas skema perdamaian, kreditur KSP Indosurya tuntut keterbukaan kas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang kelanjutan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta kini mendatangkan polemik. Pasalnya, dalam pemaparan terkait skema perdamaian, pengurus inti Indosurya tidak hadir sehingga diwakilkan oleh anggota yang menjabat sebagai pengelola di koperasi asosiasi Indosurya.

Tak hanya itu, dokumen yang ditayangkan pun merupakan dokumen baru yang di terima oleh Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Padahal, menurut kuasa hukum kreditur Indosurya Sukisari, sejak tanggal 12 Juni pihaknya telah menyampaikan dokumen rencana perdamaian. Namun saat diterima, isi dokumen itu tidak sesuai dengan yang diajukan oleh pihak kreditur.

Baca Juga: Henry Surya, Mantan Ketua KSP Indosurya Cipta Lolos PKPU untuk Kedua Kalinya


“Sebelumnya isi dokumen perdamaian sudah kami bahas. Namun, ketika dokumen itu dibagikan oleh debitur, isinya tidak sesuai dengan yang kami ajukan, banyak perubahan. Salah satunya ialah skema pembayaran utang yang awalnya akan di bayar mulai Januari 2021, tiba-tiba di ubah menjadi Juni 2021. Oleh sebabnya, dalam sidang ini kami meminta kepastian dan kondisi keuangan. Karena, sampai saat ini debitur belum pernah menyampaikan laporan keuangan,” kata Sukisari di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (29/6).

Lanjut ia jika mengacu pada Undang-undang kepailitan, pengawas berhak untuk memanggil ahli atau auditor guna mengetahui keadaan harta debitur. Oleh karenanya, Sukisari bersama nasabah Indosurya lain keberatan untuk membahas skema perdamaian jika aset ataupun kekayaan yang dimiliki tidak diketahui.

Sukisari bilang, secara garis besar pihaknya menyetujui upaya perdamaian yang direncanakan oleh Indosurya. Namun, ia mendorong keterbukaan terhadap kondisi keuangan maupun arus kas koperasi.

“Semua pasti setuju dengan perdamaian, asal terbuka dan punya itikad baik dan jelas. Kami harus mengetahui terlebih dahulu arus kas perusahaan, kondisi keuangan maupun sumber dana perusahaan. Kami memproyeksikan, katakan lah tagihan kreditur Rp 14 triliun. Kalau debitur memberi DP 10%, itu totalnya hanya Rp 1,4 triliun. Jika dibayarkan, itu akan menolong kreditur,” tambahnya.

Baca Juga: Tuntut pembayaran pesangon, ratusan karyawan KSP Indosurya lapor ke Disnaker

Asal tahu saja, dalam proposal perdamaian tersebut, dijelaskan Indosurya akan mengembalikan dana nasabah tanpa bunga dan jaminan. Sehingga, hal itu mendatangkan kejanggalan bagi kreditur.

“Kalau yang namanya homologasi artinya kan usaha masih jalan. Kalau usaha masih jalan, bunga masih bisa di dapatkan. Lalu mengapa debitur membayar kami tanpa bunga? Itu yang menjadi pertanyaan,” tutup Sukisari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi