Bahasan Fit & proper test Komnas HAM di DPR buntu



JAKARTA. Uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap puluhan calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sepertinya masih akan berlangsung alot. Sebab, rapat internal yang dilakukan oleh Komisi Hukum (III) Dewan Perwakilan Rakyat belum mendapatkan hasil alias deadlock.Wakil ketua Komisi Hukum Nasir Djamil mengatakan, deadlock terjadi lantaran masing-masing fraksi memiliki perbedaan pendapat. Pertama, ada fraksi yang mendukung agar uji kelayakan dan kepatutan tetap digelar dalam masa sidang kali ini. Sementara, pendapat kedua adalah agar melakukan penundaan dengan menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terhadap gugatan yang dilayangkan Syarifudin Ngulma Simeulue di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.Dengan begitu, kata Nasir, Komisi III akan menggelar kembali rapat internal untuk menentukan hal ini. "Kami kemudian memutuskan untuk menggelar kembali rapat yang sama pada Selasa (3/10) yang akan datang," ucap Nasir di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/9).Nasir menambahkan, jika nantinya tidak ditemukan kata sepakat, maka akan dilakukan lobi antar fraksi menyikapi perbedaan pendapat tersebut. Ia menambahkan, jika masih juga belum ditemukan pendapat yang bulat, maka akan dilakukan voting.

Dari 9 fraksi yang ada, 4 fraksi diantaranya menyetujui agar tetap dilanjutkan. Sementara 4 fraksi lainnya sepakata agar ditunda seraya menunggu hasil putusan yang berkekuatan hukum tetap.Lebih jauh politisi Partai Kesejahteraan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, selain jalur formal, Komisi III juga berencana untuk melakukan komunikasi dengan Komnas HAM, Syarifudin, dan mantan ketua Pansel yakni Jimly Asshiddiqie. Dia menilai persoalan gugatan perdata cukup menyita jalannya uji kelayakan dan kepatutan yang sedianya dapat digelar.Sementara itu, anggota Komisi III dari fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat berpendapat, jika tetap dilanjutkan, uji kelayakan dan kepatutan akan menyandera hak asasi Syarifudin. Sebaliknya, kalau dilakukan penundaan, akan menyandera hak asasi 30 calon komisioner lainnya. "Itu sebabnya hal ini harus direnungkan lagi," ungkap Martin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie