Bahaya Mengancam Perekonomian China Pasca Olimpiade



BEIJING. Olimpiade Beijing telah berakhir hari Minggu lalu (24/8). Namun, bagi para pembuat kebjiakan ekonomi Beijing, perlombaan yang sebenarnya justru baru mulai. Mereka harus berlomba dengan waktu untuk mencegah ekonomi negara itu terempas demam pasca Olimpiade selesai.

Saat ini, China akan kembali menghadapi problem lamanya yang kemarin sempat terlupakan karena perayaan kemegahan olimpiade. Sama seperti negara lain, China terancam dengan inflasi tinggi dan perlambatan ekonomi.

Asal tahu saja, pertumbuhan ekonomi China di kuartal dua 2008 turun menjadi 10,1%. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi China mencapai 11,9%. "Perekonomian China akan terus menurun. Misalnya tahun lalu tumbuh pesat secara gila-gilaan, menjadi tumbuh pesat saja di tahun ini. Diperkirakan ekonomi hanya akan tumbuh biasa di tahun depan sekitar 8%-9%," kata Arthur Kroebber dari Dragonomics, konsultan finansial di Beijing.


Meski demikian, bank sentral China tetap memperkirakan ekonominya akan tumbuh double digit selama enam tahun berturut-turut. Kini, pemerintah China tengah mempersiapkan berbagai strategi untuk menanggulangi masalah yang dihadapinya. JPMorgan melaporkan, bahwa Beijing kini tengah menggodok paket stimulus fiskal senilai US$ 29 miliar - US$ 59 miliar.

Gelar Olimpiade termahal, ekonomi tetap berjalan

Olimpiade China adalah olimpiade termahal di dunia. Untuk pembangunan infrastrukturnya saja, China harus menggelontorkan dana sebesar US$ 40 miliar. Angka tersebut melampaui rekor belanja olimpiade Athena 2004 yang hanya mencapai US$ 15 miliar.

Hebatnya, China tak mengalami hangover pasca olimpiade, seperti yang terjadi di sejumlah negara penyelenggara. Misalnya saja Yunani, yang ekonominya lumpuh akibat menanggung banyak utang demi menyelenggarakan Olimpiade Athena itu. Sebaliknya, China bersih dari utang.

Sejumlah perusahaan multinasional juga mendulang rezeki besar. General Electric mencatatkan pendapatan dari Olimpiade sebesar US$ 1,7 miliar. Salah satu penyumbangnya adalah anak usaha GE, NBC Universal, yang memegang hak siar Olimpiade. NBC membayar hak itu senilai US$ 900 juta dan menjadi sponsor utama Olimpiade bersama 11 perusahaan lainnya. Hasilnya, NBC menjaring 211 juta penonton, menembus rekor jumlah penonton Olimpiade terbanyak yang sebelumnya dipegang Olimpiade Atlanta 1996 dengan jumlah 209 juta.

Coca Cola, sponsor Olimpiade dengan slogan "Red Around The World" menghasilkan keuntungan 17% dan kenaikan penjualan sebesar 18% sepanjang dua tahun ini. Coca Cola juga merebut posisi pemimpin pasar di China dari Pepsi.

Presiden Eksekutif Beijing Olympic Economy Research Association (BOERA) mengatakan, ekonomi China antara tahun 2002-2007 rata-rata tumbuh 12,1%, naik 1,8% dari pertumbuhan ekonomi 2001, sebelum China diputuskan menjadi tuan rumah. "Kami percaya kenaikan 1% itu karena olimpiade," ujarnya. Ia juga mencatat pertumbuhan industri budaya China yang naik 23% di paruh pertama 2008. Selain itu, pendapatan per kapita China di tahun 2001 hanya US$ 3.262, tapi di 2007 sudah menjadi US$ 7.654. "Tahun 2008 ini kami perkirakan bisa US$ 8.000," imbuhnya.

Namun, Kroeber melihat dari sisi lain. Menurutnya, investasi Olimpiade sebesar US$ 40 miliar itu tak banyak dampaknya. Sebab, jumlah itu hanya 0,5% dari total investasi tahunan China dalam fixed assets.

China juga perlu bersiap-siap menghadapi pembalikan arah dari hasil gemilang mereka nikmati selama Olimpiade. Misalnya, Juli lalu, penjualan ritel China melejit karena orang memborong televisi.

China juga harus menanggung kerugian karena menutup beberapa pabrik di Beijing selama dua bulan. Akibatnya, menurut Tao Dong, Kepala Ekonom Asia Credit Suisse, ekonomi Beijing yang ia perkirakan akan mencapai US$ 585,3 miliar tahun ini akan menyusut 3%. Sebagai gantinya, kualitas udara Beijing kini menjadi yang paling bersih selama 10 tahun terakhir.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie