Bahlil Sebut Ada Standar Ganda dalam Perdagangan Karbon di Negara Berkembang dan Maju



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga karbon di negara berkembang ternyata lebih murah dibandingkan negara maju.

Hal ini disebabkan negara maju harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk melakukan penanaman hutan kembali atau reboisisi dibandingkan negara berkembang yang masih punya hutan yang luas.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan alasan tersebut hanya akal-akalan negara maju saja yang menerapkan standar ganda dalam perdagangan karbon.


Baca Juga: Bahlil Beberkan 4 Poin Tantangan Investasi yang Berkelanjutan

"Siapa suruh mereka babat duluan. Sekarang kita ngak babat mau harga kita murah. Enak aja. Sementara karbon itu kan kontribusinya kepada seluruh dunia," kata Bahlil dalam Konferensi Pers Perkembangan Investasi 2022, Senin (29/6).

Sementara itu, negara-negara maju menilai bahwa minimnya biaya produksi yang dikeluarkan negara berkembang membuat harga karbon di negara berkembang menjadi rendah atau sekitar US$ 10 per ton.

Berbeda dengan negara maju yang biaya produksi besar sehingga harga karbonnya sekitar US$ 100 per ton. 

Baca Juga: Pemerintah Masih Menunggu Waktu yang Tepat Menerapkan Pajak Karbon

Bahlil menambahkan, pembelian karbon saat ini hanya dilakukan oleh pihak swasta. Hanya saja yang menjadi perhatiannya adalah jika bursa karbon di Indonesia dibuka di luar negeri. Untuk itu, dirinya menegaskan bahwa karbon Indonesia harus dijual di dalam negeri.

"Kalau ada orang mau beli, buka pasar karbonnya di sini. Negara tetangga kita kan sudah buka bursa karbon. Ini yang mau di switch," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli